Mohon tunggu...
Endah Susilawati
Endah Susilawati Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di pelosok desa tetapi ingin tahu banyak hal

seorang pembelajar yang ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Harapan di Masa Pandemi

27 Mei 2020   06:18 Diperbarui: 27 Mei 2020   06:16 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini banyak kejadian yang semakin memprihatinkan. Saya menyebutnya kegaduhan sosial. Di media sosial ada seorang netizen yang memaki-maki dengan menuliskan kalimat-kalimat dalam huruf besar. Netizen tersebut memprotes anjuran prmerintah untuk tetap tinggal di rumah karena alasan ekonomi. Dia bahkan ganti menghujat tenaga medis yang menurutnya lebih beruntung karena mereka mendapat jaminan ekonomi sementara netizen ini tidak.

Ada juga kejadian bagaimana seorang pasien positif covid-19 melarikan diri dari kejaran petugas, tidak mau mendapat perawatan, padahal dengan kaburnya semacam itu justru ada bahaya yang lebih besar mengancam. 

Ada juga orang-orang yang depresi dengan kondisi ini dengan perlakuan yang tidak lazim dan melanggar aturan. Kalau menyimak berita yang setiap hari tayang di media elektronik, sangat memprihatinkan.

Saya pun merenung. Ada dua kubu yang secara tak kasat mata sedang bertarung di lingkungan sosial kita. Keduanya berasal dari kelompok sosial yang merasa prihatin karena wabah virus ini. Awalnya komunitas ini bersepakat untuk menahan diri mengikuti protokol kesehatan yang disarankan. Tujuannya adalah sesegera mungkin rantai penyebaran virus ini terhenti dan kondisi menjadi normal kembali.

Tetapi ujian itu sangatlah berat. Bertahan dengan keterbatasan, mengabaikan semua hal yang menyenangkan, membatasi kegiatan dan konektifitas adalah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan. Seiring dengan berjalannya waktu, ada pula yang tumbang.

Memahami stay at home, apapun bentuknya dalam waktu satu dua minggu tentu akan menimbulkan dampak buruk tetapi tidak cukup mengganggu. Tetapi bila hal itu berlangsung dalam waktu berminggu-minggu tanpa kejelasan, maka sedikit demi sedikit kejenuhan dan tekanan hidup akan mendominasi.

Misalnya ada pernyataan netizen yang mengatakan bahwa mereka di rumah dengan beban hidup yang sangat besar. Ya semua mengalami tekanan ini. Tetapi saya percaya ada yang benar-benar menghadapi kesulitan di sini.

 Bayangkan seorang buruh serabutan yang menggantungkan hidupnya dari upah pekerjaan yang dilakukan. Dia menghidupi keluarganya. Anaknya bersekolah. Karena stay at home dia kehilangan pekerjaannya. Tidak berpenghasilan. Anaknya belajar pun membutuhkan kuota yang tak terbeli oleh mereka. Maka betapa sedihnya. Betapa beratnya tekanan hidup yang mereka alami. Maka, seandainya mereka berontak, otak saya masih bisa memaklumi.

Tidak semua orang yang memprotes pembatasan sosial berasal dari mereka yang kondisinya benar-benar mengenaskan. Ada yang mengatasnamakan orang-orang yang lemah dan memang benar-benar memprihatinkan. Tidak ada yang tahu motivasi mereka.

Bagi orang yang memiliki cukup tabungan untuk hidup dua-tiga bulan ke depan saja, kondisi stay at home saja sudah sangat tidak menyenangkan. Jenuh tanpa aktifitas yang berarti mengakibatkan potensi stress tingkat tinggi. Mereka harus cerdas mengelola emosi dan hati serta kejenuhan itu agar tidak membuatnya semakin stress. Apalagi bagi mereka yang dalam keterbatasan, tidak ada penghasilan, tidak ada tabungan sementara hidup harus terus dijalani.

Dua kubu itu masih terus saling serang. Padahal untuk melakukan saling serang itu dibutuhkan energi dan biaya yang sangat besar. Tidak ada untungnya selain hanya saling menyakiti. Saya tidak termasuk dalam salah satu kubu itu. Saya berusaha memahami jalan pikiran masing-masing. Saya memilih untuk tetap di rumah dan menjaga protokol kesehatan yang berlaku. Dengan mengurangi kontak dengan dunia luar, saya berharap memberi kontribusi yang bisa saya lakukan. Mungkin tidak cukup berarti, tapi menurut saya itulah pilihan yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun