Mohon tunggu...
Encon Rahman
Encon Rahman Mohon Tunggu... Guru - Encon Rahman Guru penerima penghargaan internasional dari PMCA Thailand 2017. Narasumber berbagai pelatihan di tingkat nasional.

Encon Rahman narasumber dan trainer.. Pengawas sekolah dinas pendidikan Kabupaten Majalengka.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

(35) Nikah Hanya Bermodal Honor Tulisan? Ini Triknya!

7 Mei 2022   03:21 Diperbarui: 8 Mei 2022   02:59 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Anda masih jomlo, ngebet pengen nikah tetapi tidak memiliki modal serupiah pun? Ini triknya!

Tulisan ini merupakan pengalaman pribadi saya, 26 tahun lalu. Saya bisa menikah tanpa modal.  Saya pertama kalinya menikah, pada tanggal 9 September 1996 di kota Bandung. Bagaimana kisahnya? Sebentar saya ingat-ingat dulu masa lalu saya. Tulisan ini saya paparkan untuk memotivasi mereka yang masih jomblo. Bagi yang tidak jomblo pun kisah ini bisa menjadi alternatif untuk nikah lagi kedua, ketiga dan keempat ya hahahahaha. Hussss... (Maksud saya untuk duda lho).

Sebagaimana pernah saya ceritakan di Kompasiana.com beberapa waktu lalu, bahwa saya menjadi urban ke kota Bandung pasca menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Majalengka tahun 1991. Saya berangkat ke Bandung dengan bekal tekad yang kuat untuk memperbaiki nasib. "Sebagai seorang laki-laki", kata bapak, "Kamu tidak boleh tinggal di rumah!" Saya harus merantau. Menjemput rejeki. Tidak boleh diam terus di kamar. Harus kerja, kerja, dan kerja!

Sejak Bapak menasehati seperti itu, "kelelakian" saya merasa terpacu. Saya bangkit meninggalkan kampung halaman menuju Bandung. Di kota Bandung saya bekerja dengan upah sangat rendah. Saya menerima gaji hanya Rp60.000,00 per bulan. Sedangkan pada waktu itu, Upah Minimum Regional (UMR) kota Bandung mencapai angka Rp 250.000,00. 

Miris memang. Tapi saya lakoni dengan penuh tekad kuat dan membaja. Saya tidak pernah putus asa. Apapun rintangan selama di kota Bandung saya hadapi dengan kreativitas dan keyakinan kepada Allah. Singkat cerita, tidak terasa tiga tahun saya menjadi urban di kota Bandung. Selama tiga tahun itu, saya terus berusaha meningkatkan penghasilan bulanan. Tetapi kondisi tidak berpihak kepada saya. Penghasilan saya tetap saja tidak berubah. Meskipun UMR kota Bandung terus berubah menjadi Rp 350.000,00, namun upah saya tetap murah. O, ya. Saya bekerja di sebuah Koperasi di kota Bandung. 

Pada tahun keempat saya berkenalan  dengan seorang gadis di kota Bandung. Dari perkenalan itu, kok saya jatuh cinta ya? Akhirnya saya ta'aruf dengan dia selama kurang lima tahun. Wow, lima tahun ya. Bukan waktu sebentar memang. Tetapi pertimbangan saya taaruf hingga lima tahun karena tidak  punya modal untuk meminang dia lho.  Selama lima tahun saya jaga calon istri saya dengan sepenuh hati. Menjaga calon istri selama lima tahun dengan cara tidak merusak kesuciannya. Saya tetap taaruf meskipun saya tidak punya modal. Untung dianya mau kepada saya yang kere dan berpenghasilan rendah. Hehehe.

Pada tahun keenam keluarganya bertanya kepada saya. Ya, bertanya tentang keseriusan saya berhubungan dengan anaknya. Jujur saya bingung pada waktu itu. Akhirnya dengan tekad kuat saya katakan, saya siap untuk menikah. Namun, modalnya dari mana? Pikir saya pada waktu itu. Ini yang menjadi persoalan utama saya. Gaji kecil, kontrakan di kota Bandung mahal. Sementara itu, keluarganya sudah mendesak, tentang keseriusan hubungan kami. 

Pada suatu malam, saya melakukan solat seraya meminta petunjuk  Allah agar saya memiliki modal untuk menikah. Esok harinya, saya memiliki ide membuat cerita bersambung (cerbung) berjudul "Misteri di Villa Merah". Setelah beberapa hari, cerbung pun selesai. Selanjutnya saya kirim ke Harian Umum Pikiran Rakyat Bandung. HU Pikiran Rakyat adalah koran nasional di kota Bandung.   Saya masih ingat tiga bulan sebelum saya menikah, cerbung tersebut dimuat di Harian Umum Pikiran Rakyat. Alhamdulilah.

Akhirnya, dengan bermodalkan honor cerbung dari HU Pikiran Rakyat saya pun bisa menikah. Sejujurnya, mahar pernikahan saya berasal dari honor cerbung. Honor cerbung lumayan besar. Tulisan saya ditayangkan Pikiran Rakyat sebanyak 32 kali. Satu kali terbitan honorariumnya Rp 100.000,00 padahal harga emas pada tahun itu hanya Rp 25.000,00 per gram. Sekarang harga emas sudah mencapai Rp 700.000,00. Jadi, dengan honor tulisan sebanyak itu, saya bisa mempersiapkan keperluan pernikahan saya. Saya bisa mempersiapkan menikah mulai dari mahar, memberi ipekah kepada calon mertua, dan persiapan pernak pernik pernikahan seperti selimut, baju, sepatu, dll. Orang tua saya tidak banyak mengeluarkan uang untuk bekal saya nikah di Bandung.

Nah, dari kisah nyata ini saya berharap para jomblo jangan takut menikah ya. Jika Anda sudah ngebet pengen nikah tetapi tidak memiliki modal serupiah pun, kiatnya ya menulis cerbung atau menulis di koran dan surat kabar secara rutin. Insah Allah dalam jangka waktu relatif singkat niat nikah akan terkabul. Selamat mencoba bisa menikah bermodalkan honor dari tulisan.

Majalengka, 7 Mei 2022

Tulisan ke-35 dari 1000 tulisan yang akan disajikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun