Mohon tunggu...
Enang Suhendar
Enang Suhendar Mohon Tunggu... Administrasi - Warga sadarhana yang kagak balaga dan gak macam-macam. Kahayangna maca sajarah lawas dan bacaan yang dapat ngabarakatak

Sayah mah hanya warga sadarhana dan kagak balaga yang hanya akan makan sama garam, bakakak hayam, bala-bala, lalaban, sambal dan sarantang kadaharan sajabana. Saba'da dahar saya hanya akan makan nangka asak yang rag-rag na tangkalna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mohammad Hatta dan Literasi Kita

14 Maret 2020   06:55 Diperbarui: 14 Maret 2020   16:22 3146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pengunjung di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta di Jl. Soekarno Hatta No.37, Bukittinggi, Sumatera Barat, Minggu (30/4/2017). Pengunjung dapat melihat silsilah keluarga Bung Hatta lewat dokumentasi dan informasi yang dipajang di pigura, serta untuk mengunjungi rumah kelahiran Bung Hatta tak dipugut biaya alias gratis, buka setiap hari dari Senin sampai Minggu dari pukul 08.00-18.00.(KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Dihadapkan pada dinamika perkembangan teknologi dan merebaknya serangan gadget serta mewabahnya virus game online dewasa ini menjadikan budaya membaca buku sebagai pemandangan yang cukup langka. 

Padahal seharusnya membaca merupakan sebuah tradisi, terlebih bagi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam yang semestinya terinspirasi ayat Al-Quran yang pertama turun adalah "Iqro" yaitu seruan untuk membaca.

Namun demikian usaha dan ikhtiar dari beberapa pihak untuk kembali menggeliatkan minat membaca perlu kita apresiasi. 

Para komunitas baca di berbagai daerah tidak pernah patah arang untuk meningkatkan gairah membaca. Indonesia adalah negara besar dengan banyak warisan literasi yang sudah diturunkan oleh para pendiri bangsa yang menjadi modal besar untuk kembali pada tradisi para pendirinya yaitu masyarakat yang gemar membaca.

Teringat kembali kisah Bung Hatta ketika ia dibuang ke Boven Digul, Irian Jaya. Tempat pembuangan yang brutal dan menyengsarakan, serta ancaman Malaria yang menakutkan.

Hatta membawa serta 16 peti buku ke tempat tersebut seraya berucap "Aku rela dipenjara asalkan dengan buku, karena dengan buku aku bebas".

Sumber: Kompas, Tribun, Ruangguru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun