Mohon tunggu...
Emut Lebak
Emut Lebak Mohon Tunggu... Guru - Guru, Bloger, aktif di komunitas menulis

Hoby menulis travelling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Quo Vadis Petani? Pahlawan yang Terabaikan

29 September 2022   18:55 Diperbarui: 29 September 2022   19:13 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: liputan6.com

Hai sahabat kompasianer, adakah disini anaknya petani? Ya petani adalah pahlawan pangan bangsa ini, apalah jadinya bangsa ini tanpa ada petani. Saya anak petani dan bangga dengan gelar itu. 

Tapi di balik kebanggaan itu sekarang seakan akan menelan pil pahit. mulai dari penghapusan pupuk SP36 subsidi sementara pupuk tersebut sangat berpengaruh di sawah sawah untuk keberhasilan musim tanam, ditambah pupuk Urea Subsidi yang paling tidak masuk akal dengan jatah di dalam ERDKK (elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok) cuma 38kg/Ha ditambah harganya melonjat melampai batas dan itupun susah untuk didapatkan. 

Sudah dua tahun ini petani kesulitan mendapatkan pupuk subsidi, dan sudah 6 musim tanam padi selalu merugi. Ditambah harga pupuk non subsidi sudah naik di atas 100 persen. 

Lebih gilanya meski naik harganya 100 persen kadang barangnya langka. Kemudian upah buruh tani juga naik karena biaya hidup juga naik, obat -obatan hama pun naik 100 persen, bibit tanaman ikut ikutan mahal, dan yang paling menyedihkan pada saat musim kering mau menghidupkan diesel untuk mengairi sawah,  solarnya  langka. Para petani sudah jatuh tertimpa tangga pula. 

Petani memilih menanam padi 3 bulan sekali, dengan harapan bisa dipanen setiap 3 bulan. Namun dari tahun kemarin selalu merugi, gagal panen. Tapi petani masih terus menanam dimusim tanam selanjutnya dengan harapan masih akan ada keberuntungan. Tapi yang terjadi berkali kali musim panen berkali itu pula merugi.

Akibatnya? Tanaman gampang diserang hama, tidak subur, dan bahkan hasilnya gabus alias kopong. Saat panen petani kadang tidak sampai bisa panen setengah dari target, malah banyak yang zonk.

Mungkin karena pupuk bukan menjadi kebutuhan umum masyarakat luas jadinya dimahalkan. Pemerintah menghilangkan subsidi pupuk , dan kalau toh ada sangat sedikit dan sulit. Mau tidak mau petani harus membeli pupuk non subsidi. Padahal yg terjadi saat ini pupuk non subsidi itu hampir 100 Persen kenaikannya. 

Petani saat ini benar-benar menangis karena harga Pupuk Urea 50 Kg sama dengan harga gabah 1 Kwintal (100 Kg). Padahal utk menanam padi variabelnya bukan hanya pupuk, tapi bermacam-macan : seperi benih, obat-obatan, solar untuk diesel yg mengairi sawah di musim kemarau ( ngenesnya solar juga mulai langka), tenaga kerja. Terus apa yang didapatkan petani dengan harga yang melonjak tinggi? 

Kehidupan petani sekarang sangat pilu, masih saja dibebani pupuk yang mahal dan solar yang menghilang. Nah bapak yang punya kebijakan kapan pemerintah punya perhatian lagi pada petani seperti di jaman Pak Harto? Jangan sampai para petani hidupnya makin terpuruk, karena imbasnya seluruh masyarakat bisa mengalami krisis pangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun