Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dunia Politik Memang Rumit

20 Maret 2019   22:56 Diperbarui: 20 Maret 2019   23:32 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : flickr.com

Saya berencana membuat beberapa tulisan tentang rumitnya dunia politik kita. Rencana itu lahir karena melihat banyaknya orang yang larut dalam diskusi tentang politik yang tak menemukan solusi. Malah bermuara ke pertengkaran. 

Tulisan pertama ini terkait komentar para "intelektual" yang mencoba netral. Entah itu karena menjaga image, menjaga pemasukan, atau biar kelihatan intelektualnya. Tentu tebakan saya bisa salah atau belum mencakup keseluruhan sikap tokoh-tokoh intelektual kita.

Yang pertama yang ingin saya komentari adalah komentar tokoh yang mengatakan pilpres kali ini paling buruk. Paling tak berguna. Saya lupa bagaimana kalimat utuhnya. Intinya, pilpres ini gak bermutu karena hanya bicara atau "meraup dukungan" dengan mengangkat dua topik, yakni agama dan milenial. Salahnya apa?

Saya beberapa kali mendengar tim sukses salah satu pasangan calon yang berkata (kira-kira) seperti ini : kami sudah berusaha bicara tentang topik yang serius, tetapi kubu sebelah hanya menyebar fitnah dan hoax. Sudah paham kan letaknya dimana?

Kalau belum, akan saya jelaskan. 

Seandainya pemilih di negeri ini ingin mendengarkan topik-topik yang serius, mungkin kedua tim sukses pasangan calon akan bicara topik yang serius yang bermanfaat bagi orang banyak. Masalahnya, kebanyakan penduduk kita (pemilih) lebih suka mendengar gosip dan pilihan bisa berubah karena itu. 

Hal semacam itu bisa menarik perhatian dan mengubah pandangan penduduk kita bukan lagi rahasia. Bukan untuk merendahkan kecerdasan penduduk kita, tetapi demikianlah keadaan sekarang. Saya berpikir, mungkin saja penduduk kita bersikap demikian karena sudah terbiasa tak berharap banyak pada politisi dan pemerintah.

Jadi kalau ada seorang tokoh yang berbicara bahwa pemilu kali ini paling buruk dengan tolak ukur demikian, saya kira dia tak memahami negara kita sekarang ini. Sialnya, tokoh-tokoh yang sering berkata demikian terlihat cerdas. 

Ataukah mereka bicara untuk diri sendiri yang rindu diskusi "berat" dan bermanfaat untuk negara? Saya tidak tahu. Yang jelas, saya ingin mengulangi apa yang pernah saya dengar : dalam demokrasi, suara seorang profesor politik sama-sama dihitung satu dengan seorang petani. Artinya apa? 

Meskipun seseorang jungkir balik mempelajari politik, mengenali caleg, "menelanjangi" capres/cawapres, suaranya tetap dihitung satu. Sama dengan seorang petani yang tak sempat memikirkan itu semua karena sehari-hari disibukkan dengan menebak-nebak harga pupuk dan harga hasil pertanian. 

Maka, jika Anda prihatin, mulai dong diskusi yang "bermanfaat". Anda kan punya dana, punya "power", punya jaringan, punya banyak hal lah untuk bisa mengadakan diskusi agar mengarahkan masyarakat ke topik-topik yang bermanfaat. Kalau hanya komentar, Anda sama saja dengan politisi-politisi yang sedih melihat keadaan negara, tetapi rapat paripurna aja gak datang. 

Apa kata dunia?

Saya berharap, di waktu sisa menjelang pilpres, kita sama-sama melakukan yang terbaik untuk negeri. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun