Mohon tunggu...
Elesia
Elesia Mohon Tunggu... Administrasi - I'm a writer

Penulis CERPEN ANAK Penulis PUISI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Memilih Capres Seperti Memilih Pasangan Hidup?

17 Maret 2019   20:43 Diperbarui: 17 Maret 2019   21:12 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : flickr.com

Banyak orang yang mengatakan memilih capres itu seperti memilih pasangan hidup. Kalau menurut anda seseorang itu bisa jadi suami/istri idaman, belum tentu orang lain berpandangan seperti itu. Pun demikian untuk memilih capres, kita semua tak akan sama. Setiap kita punya kriteria masing-masing. Punya waktu sendiri untuk membayangkan bagaimana masa depan.

Dan karena itu, tak ada gunanya berdebat. Apalagi kita bukan tim sukses atau buzzer. Rugi! Biar yang debat para capres dan cawapres saja.

Tetapi ada kekeliruan juga bila menyamakan memilih presiden seperti memilih jodoh hanya berdasarkan kecocokan, apalagi hanya karena cinta. Presiden jauh berbeda dengan pasangan hidup, baik dari fungsinya maupun tugasnya. Banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan karena menyangkut nasib orang banyak. Sementara pasangan hidup, berdampak ke nasib keluarga saja.

Coba bayangkan, memilih suami/istri saja terkadang salah meski kita sudah saling cinta. Apalagi untuk memilih presiden bagi lebih 250 juta jiwa dan yang mengelola uang triliunan rupiah. Jadi sebenarnya, kita tak bisa memilih capres itu berdasarkan cinta, dan menolak capres lain karena benci.

Jadi memilih capres itu seperti memilih apa?

Ya, kalau mau disederhanakan, bisa saja disamakan dengan memilih apapun dalam hidup. Bisa seperti memilih sepatu, memilih profesi atau memilih mobil. Tetapi kalau mau lebih rumit lagi, ya, harus dipikirkan lagi. Dan ujung-ujungnya, memilih capres itu tak bisa disamakan dengan apapun.

Pusing? Ya, memang pusing jika dipikirkan matang-matang. Apalagi bila kita melihat negeri yang luas ini. Mempelajari masalah di masing-masing daerah, dan menganalisa potensi-potensi yang bisa dikembangkan. 

Jika hanya melihat siapa yang pantas dan tidak pantas jadi presiden dari berita-berita di media atau janji-janjinya, itu sama sekali tak cukup. Kita juga harus melihat orang-orang sekitarnya, bagaimana calon presiden menggerakkan orang lain, dan banyak lagi.

Oleh sebab itu, jika anda bukan tim sukses atau buzzer, lebih baik banyak membaca dan berdoa agar yang dipilih memang sesuai dengan kepentingan negara. Dan yang paling penting, jaga hubungan dengan tetangga atau masyarakat sekitar.

Jangan sembarangan ngomong apalagi tetangga jelas-jelas beda pilihan. Dan bahkan bila sama pilihan, kata-kata juga harus dijaga. Siapa tahu dia hanya pura-pura mengatakan pilihan yang sama karena tak ingin dijauhi atau dirisak. Tetapi setelah itu, dia memupuk kebencian yang bisa jadi "bom waktu" yang siap meledak kapan saja.

Padahal capres hanya masalah sehari, dan mudah-mudahan selesai setelah hari pencoblosan. Karena sesungguhnya, setelah memilih kita tak punya kuasa untuk terus memaksakan kehendak kepada presiden terpilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun