Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru VS Guru

24 November 2011   11:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:15 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kita memperingati hari guru setiap tahun, baik di sekolah-sekolah maupun sampai pada upacara kenegaraan.  Namun kita lebih banyak tertumpu pada urusan ceremonial belaka. Sedangkan apa yang masih timpang di sana sini belum juga dibenahi. Guru sebagai salah satu komponen penting dunia pendidikan, layak mendapatkan perhatian. Karena kualitas anak bangsa banyak ditentukan oleh kualitas guru.

Selama ini kita lebih banyak menyuarakan kepentingan dari sisi sang guru. Entah itu tentang gaji, tunjangan kesejahteraan atau fasilitas yang diberikan. Memang  benar bahwa nasib guru masih harus diperjuangkan. Terutama nasib guru honorer dan guru di wilayah-wilayah terpencil. Mereka minim perhatian, gaji tidak jelas, apalagi persoalan tunjangan. Bahkan di ibukota Jakarta saja, para guru honorer tidak mendapatkan penghargaan yang sepantasnya. Honor hanya dibayarkan tiga bulan sekali, itupun sering terlambat. Padahal mereka juga membutuhkan uang tersebut untuk menyambung hidup keluarga. Janji-janji bahwa mereka akan segera diangkat sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) hanya pepesan kosong. Sampai sekarang sangat sedikit yang terealisasi.  Tidak sedikit pula, yang terjebak calo PNS, sudah membayar jutaan rupiah, tetapi ditinggal kabur sang calo. Maka tak heran jika para guru honorer berusaha meminta keadilan dengan melakukan demonstrasi.

Di sisi lain, sayangnya justru ada fenomena bahwa guru yang telah berhasil mencapai tingkat kesejahteraan yang lumayan, justru mengabaikan tugas-tugas utamanya sebagai seorang pendidik.  Terutama, para guru yang telah menjadi PNS  yang ada di kota-kota besar. Banyak hal yang patut dipertanyakan dari kegiatan para guru tersebut. Satu hal yang saya herankan, di sebuah SMA Negeri di wilayah kabupaten Bogor, memiliki sebuah program tetap, setiap tahun pelesir ke luar negeri!

guru PNS

Para guru memang juga manusia, yang punya hak bersenang-senang dan merasakan kebahagiaan. Hal itu tidak menjadi masalah selama biaya pelesir tersebut berasal dari uang pribadi dan tidak mengganggu kegiatan sekolah. Namun yang dikuatirkan, apabila biaya diambil dari dana BOS yang seyogyanya disediakan untuk menunjang para murid. Kecurigaan ini timbul karena fasilitas sekolah untuk murid, tidak banyak mengalami peningkatan. Buku-buku di perpustakaan tidak di up to date, dan program untuk murid jarang mendapat persetujuan.

Sekolah sebagai pusat pendidikan seharusnya menerapkan program yang meningkatkan kualitas anak didik.  Anehnya, program-program yang cenderung berhura-hura, seperti pentas seni dengan mendatangkan grup musik lebih disukai daripada LDK (latihan Dasar Kepemimpinan). Seorang murid yang menjadi ketua Rohis SMA tersebut, mengeluh karena program LDK Islami tidak mendapat dukungan. Bahkan beberapa guru langsung menuduh bahwa Rohis dimasuki aliran sesat. Padahal guru-guru itu tidak pernah melihat dan meninjau langsung kegiatan Rohis.  Bagaimana guru bisa men'judge' tanpa bukti? hasilnya adalah fitnah. Akhirnya, kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas spritual  murid berhasil diselenggarakan tanpa bantuan dana dari sekolah. Rohis bersusah payah mencari dana dari pihak luar, seperti dari toko buku dan dari seorang ustadzah yang merasa prihatin dengan sekolah tersebut.

Dalam kegiatan mengajar pun sangat mengecewakan. Setiap guru memberikan banyak tugas, seperti papaer dan makalah tanpa mau tahu kesulitan murid. Para murid pontang panting mengerjakan tugas yang tumpang tindih karena para guru tidak saling konfirmasi. Di samping itu, berapa banyak guru yang masuk seenaknya dan mengajar tanpa dapat dimengerti oleh para murid. kalau satu atau dua murid yang tidak mengerti, itu wajar. Tetapi kalau sebagian besar murid tidak mengerti apa yang diajarkan, maka tentu ada yang salah dari guru tersebut.  Di sebuah SMA Negeri di Tangerang, misalnya, ada seorang guru keterampilan yang memerintahkan para murid menjahit pakaian. Sebelumnya ia mengatakan, kalau tidak jelas, silahkan bertanya. Namun ketika ada murid yang bertanya, justru dibentak kasar dan dilempar penghapus.

Kenyataan-kenyataan tersebut, mungkin tidak menggambarkan kehidupan guru sepenuhnya. Namun patut menjadi perhatian, adakah kualitas guru sudah memadai. Terpenting adalah kualitas mental. Guru: patut digugu dan ditiru. Kalu tidak mampu menyontohkan akhlak dan perilaku yang baik, maka berarti ia tidak pantas menjadi guru.  Jangan sampai para murid, sekolah hanya sekedar ke sebuah tempat, tetapi tidak menjadi pintar. Mereka bukan robot, tetapi anak bangsa yang sedang tumbuh dan harus dibimbing dengan sebenarnya.

Di zaman sekarang, sepertinya tipe guru Oemar Bakri sulit dicari. Karena itu, sepatutnya para guru bercermin, apakah sudah memberikan yang terbaik sebagai seorang pendidik? kalau sudah, tentu anda berhak berhaving fun sebagaimana orang lain. Para guru yang sudah sejahtera, mungkin patut melirik teman-teman guru honorer yang masih menderita. Mudah-mudahan kesenjangan antara guru honorer dan guru PNS dapat segera diatasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun