Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Kelabu di Masjid Biru

13 November 2022   16:48 Diperbarui: 13 November 2022   16:58 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Blue Mosque (dok.lauracristina)

Ah, tahu-tahu sudah hari Minggu. Mengapa waktu terasa berjalan semakin cepat, setidaknya bagi diriku. Pantas jika rambut memutih dan tubuh kian ringkih.

Namun aku tidak melewatkan kesempatan untuk salat di salah satu masjid terkenal Istanbul, yaitu masjid biru. Dalam bahasa Inggris, disebutnya Blue Mosque. Kenapa aku senang salat di sini? Aku sengaja melepas penat dengan salat berjamaah.

Bekerja keras dalam seminggu membuat aku lelah lahir dan batin. Masjid besar adalah tempat untuk mencari ketenangan jiwa, mengisi energi dari Ilahi. Kumandang azan yang merdu, menyelusup manis ke dalam kalbu.

Selain itu, biasanya banyak wisatawan yang datang dari berbagai negara. Mereka ingin menyaksikan sisa-sisa kejayaan kerajaan Ottoman. Masjid yang dibangun oleh Sultan Ahmet ini, memiliki interior yang indah dengan kaca-kaca mozaik di langit-langit dan dinding. 

Aku sering melihat orang-orang Indonesia berlalu lalang. Ya, karena Turki menjadi salah satu destinasi wisata impian bagi orang Indonesia. Kalau berpapasan dengan mereka, pasti mereka menebak bahwa aku juga orang Indonesia. 

Seperti minggu-minggu yang lalu, aku datang sebelum azan, agar dapat menempati tempat terbaik di bagian wanita. Aku selalu membawa tas belanja agar bisa menyimpan sandal atau sepatu yang aku kenakan. 

Selesai salat berjamaah, aku masih khusyu berdoa. Sampai aku merasa ada seseorang yang berdiri di hadapan. Aku menengadah, seorang gadis remaja yang cantik sedang menatap penuh harap.

"Tante masih ingat aku? Aku Sinta, anaknya daddy Raymond," sapa dia setengah berbisik.

Aku terpana sambil memperhatikan raut wajahnya. Oh iya betul. Dia adalah Sinta. Dahulu terakhir bertemu ketika dia masih kelas tiga sekolah dasar. Sekarang dia telah tumbuh menjadi gadis remaja. 

Sesuatu melintas di kepalaku. "Kamu sedang apa di sini? Dengan siapa?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun