Karena itu jika tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, tentu tidak ada prestasi yang dihasilkan. Sampai jutaan baliho disebar, orang akan mempertanyakan, apa prestasi dia bagi negara ini?
Kepemimpinan terasah secara bertahap, dari jenjang yang paling kecil hingga ke level atas. Tidak ujug-ujug menjadi pemimpin karena anak tokoh politik. Kalau yang demikian, seperti balon atau gelembung, bisa besar tapi tidak berisi alias kosong.
3. Pemaksaan. Apapun itu, sesuatu yang dipaksakan tidak pernah memuaskan. Bahkan hasilnya bisa kebalikan dari yang diharapkan.Â
Misalnya, sebuah partai besar memaksa jajaran di bawahnya, memasang baliho si A di daerah-daerah. Pemaksaan itu selain membuat orang tidak merasa ikhlas, juga muak.
Apalagi masyarakat yang dipaksa untuk melihat wajah-wajah yang cuma  ada menjelang pemilu. Mereka hanya menelan ludah setiap berpapasan dengan baliho.Â
Secara logika, rakyat sudah pusing mencari makan di tengah pandemi. Bukannya mereka disuguhi nasi, malah dijejalkan wajah-wajah tanpa empati. Lalu, bagaimana rakyat bisa menjadi simpati? Justru menancapkan keinginan untuk tidak memilih tokoh tersebut.Â