Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Adab Bersepeda dari Petani Jogjakarta

20 Maret 2021   18:01 Diperbarui: 20 Maret 2021   18:04 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Jogja bersepeda (dok.line today)

Sejak saya kecil masih balita di Jogjakarta, saya melihat bahwa sepeda adalah kendaraan utama di Jogjakarta. Bapak menggunakan sepeda untuk bekerja, begitu pula penduduk lain pada umumnya. Para petani, juga memanfaatkan sepeda untuk mengangkut hasil kebunnya ke pasar.

Zaman boleh berubah, memang semakin banyak orang yang menggunakan kendaraan bermotor. Tetapi itu hanya di perkotaan, sedangkan di desa petani setia dengan sepedanya. 

Mereka orang-orang yang sederhana, bahkan mungkin tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Hebatnya, justru mereka yang memperlihatkan adab yang tinggi ketika menggowes sepeda, baik di sawah maupun jalan raya.

Etika dan sopan santun dijunjung tinggi, termasuk ketika berada di atas sepeda. Para petani ini sangat patuh pada peraturan pemerintah daerah Jogjakarta. Saya tidak pernah melihat atau mendengar mereka melakukan pelanggaran di jalan raya.

Di Jogjakarta terdapat jalur khusus bersepeda sejak puluhan tahun silam. Kalau daerah lain baru membuat jalur bersepeda gegara booming tahun lalu, Jogjakarta justru sudah lama memikirkan hal itu. Karena itu, pesepeda lebih aman gowes dengan jalur khusus.

Para petani yang bersepeda paham peraturan di jalan raya. Mereka tidak pernah ngebut, tidak saling mendahului, tidak bergerombol. Mereka bersepeda dengan apik, berbaris satu persatu supaya tidak memenuhi jalan.

Kalau lampu merah, mereka juga berhenti dengan tertib, tidak ada yang berusaha menerobos. Bukan karena tidak bermesin maka boleh menerobos, semua jenis kendaraan harus setop ketika lampu merah.

Saat berbelok, mereka memberikan lambaian tangan disertai dering bel. Para petani itu tidak pernah memaki kendaraan lain, selalu ramah, menyapa atau mengangguk. Kalau ada orang asing (bukan penduduk asli) bertingkah di jalan raya, mereka hanya menggelengkan kepalanya atau mengelus dada.

Orang-orang yang seperti ini yang layak berada di jalan raya. Mereka tidak membuat kemacetan, taat dan tertib. Meski bukan berada di jalur sepeda, gowes tetap di tepian, tidak pernah ke tengah jalan. Kalau berpapasan dengan orang tua yang dikenal, mereka turun dari sepedanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun