Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menuju Negara Maju dengan Omnibus Law

5 Maret 2020   00:37 Diperbarui: 5 Maret 2020   00:56 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo mahasiswa menolak Omnimbus Law (dok.kompas.com)

Polemik tentang Undang-undang Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja masih terus berlangsung. Apalagi serikat buruh telah mengerahkan demonstrasi penolakan Omnibus Law di beberapa wilayah. Situasi terakhir memperlihatkan beberapa kelompok mahasiswa ikut turun ke jalan  mendukung penolakan mereka.

Kekhawatiran para buruh wajar saja, mereka cenderung sensitif terhadap perubahan undang-undang tentang ketenagakerjaan. Kaum pekerja takut menjadi pihak yang dirugikan karena biasanya mereka dijadikan alat politik dengan memainkan isu soal perekonomian. Dalam hal ini tampaknya terjadi pemahaman yang berbeda antara pemerintah dengan kaum pekerja.

Saya tidak ingin membahas lagi tentang apa itu Omnibus Law, karena beberapa artikel terdahulu telah menjelaskan perihal ini. Namun saya ingin menyoroti dari sisi Amerika Serikat yang mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang, dan digolongkan menjadi negara maju.

Walau kita terkaget-kaget dengan pengakuan tersebut, mau tak mau kita dipaksa untuk memacu diri sebagai negara yang pantas disebut dengan negara maju. Salah satunya adalah membenahi sistem hukum yang selama ini kita ketahui sangat compang-camping. Di sini pentingnya mengajukan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja.

Sebab, syarat untuk menjadi negara maju adalah perekonomian yang kuat. Padahal ternyata dalam beberapa tahun terakhir, penerimaan negara sangat rendah. Indonesia juga sangat tergantung pada pendanaan dari luar (utang luar negeri). Lalu, harus diakui struktur ekonomi negeri ini masih rentan dalam sektor komoditas.

Nah, kalau kita tidak berbuat sesuatu dan membiarkan apa yang terjadi,  maka bukan tidak mungkin perekonomian Indonesia semakin  hancur. Perlu ada terobosan yang spektakuler untuk mengangkat perekonomian negara ini.  

Sebenarnya hal itu sudah dimulai dua tahun yang lalu ketika pemerintah membentuk Crisis Center antara menteri ekonomi dan Bank Indonesia.

Tugas Crisis Center adalah menjaga inflasi dan persediaan devisa. Untuk keluar dari krisis, kita butuh investasi. Kenyataan yang kita hadapi, saat ini ekspor semakin melemah, berarti pertumbuhan ekonomi juga cenderung stagnan atau bahkan menurun. Mendatangkan investasi dengan cepat adalah sebuah solusi.

Sayangnya kita mempunyai beberapa kendala.  Pertama, regulasi yang tumpang tindih. Investor harus berhadapan dengan birokrasi dan regulasi yang berbelit-belit sehingga perizinan sangat sulit didapat. Untuk ini saja, mereka harus keluar biaya yang tidak sedikit dan memakan waktu yang cukup lama.

Perizinan menjadi ladang korupsi pejabat dan lembaga terkait. Memang, korupsi menjadi sebuah momok yang sangat menakutkan di negeri ini, telah mengakar, beranak pinak dan menghisap seperti benalu. Inilah  yang membuat para investor kabur ke negara lain yang memudahkan masalah perizinan.

Kedua, SDM (Sumber Daya Manusia). Kita memang tidak kekurangan sumber daya manusia dalam soal jumlah, tetapi dari sisi kinerja para pekerja.  

Kalau kita tengok negara tetangga seperti Vietnam, mereka memiliki hari libur lebih sedikit dibandingkan Indonesia, padahal upah mereka lebih rendah. Kaum pekerja di sana lebih rajin dan jarang melakukan demonstrasi.

Ketiga, dukungan infrastruktur untuk mendukung industri. Karena itulah pemerintah berusaha membangun infrastruktur agar industri lebih cepat berkembang. Harus diakui,  baru masalah akses transportasi di berbagai daerah yang terbuka. Persediaan listrik yang memadai masih belum terpenuhi. 

Keempat, kita memiliki lembaga legislatif (DPR) yang selalu membuat gaduh. Lembaga yang selayaknya menjadi partner pemerintah ini, malah kerjanya 'mengerecoki' pemerintah untuk kepentingan kelompok atau partainya masing-masing. Ini sangat menghambat lajunya perekonomian Indonesia.

Dengan menerbitkan Omnibus Law atau UU Cipta Kerja, sesungguhnya pemerintah berupaya memangkas kendala-kendala tersebut. Antara lain; dengan menertibkan regulasi, memperkecil celah korupsi dan menciptakan stabilitas yang diperlukan untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya.

Dengan sistem presidentil, kendali ada di tangan presiden. Maka tugas Jokowi sebagai presiden untuk mengontrol pelaksanaannya agar berjalan dengan semestinya. Tentu saja, dengan doa semoga ia dibantu orang-orang yang bisa menjalankan amanah dengan baik, bukan sebaliknya menggerogoti wewenangnya sebagai presiden.

Kita positif thinking saja terhadap upaya pemerintah. Kalau ini berhasil dilaksanakan, kemungkinan besar Indonesia bisa keluar dari krisis ekonomi. Seandainya perekonomian Indonesia  melesat dalam waktu singkat, maka barulah Indonesia bisa dikategorikan menjadi negara maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun