Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tanyakan, Berapa Upeti untuk Membakar Lahan Kepada Pemda Riau?

13 September 2019   21:02 Diperbarui: 14 September 2019   10:56 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karhutla (dok.tempomedia)

Kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau bukan hal baru, sudah berlangsung puluhan tahun.  Tetapi anehnya tidak pernah terselesaikan sampai sekarang. Dimana salahnya?

Saya pernah berkeliling Riau pada tahun 2004 untuk urusan politik. Sebagian dari kawan atau rekanan saya adalah pengusaha yang juga mencoba peruntungannya di bidang politik. 

Pada saat itu pengusaha kelapa sawit menjadi booming, ekspor semakin meningkat dan menjanjikan keuntungan luar biasa. Banyak orang yang mengubah profesi menjadi pengusaha perkebunan kelapa sawit.

Begitu pula dengan teman saya, tidak mau kalah. Ia memang merupakan pengusaha yang cukup berhasil. Selama berada di sana, dia yang 'melayani' saya selama memantau perkembangan di Riau.

Dalam suatu perjalanan ke kabupaten Rohil (Rokan Hilir) teman saya ini menunjukkan lahan yang telah dikuasai dan ditanaminya dengan kelapa sawit. Tapi dia belum puas, ia berniat untuk membuka hutan di wilayah lain.

Lantas kami juga melewati hutan yang tengah dibakar oleh sekelompok orang. Saya menanyakan hal itu kepadanya. Apakah hutan harus dikorbankan, apalagi untuk itu, gajah dan harimau mati diracun mereka.

"Rata-rata pengusaha kelapa sawit memang membakar hutan untuk membuka lahan. Kalau saya tidak begitu, orang lain juga melakukannya," kata teman saya.

Para pengusaha itu berlomba membuka lahan. Kenapa dibiarkan? Ternyata mereka telah mengantongi izin dari Pemda setempat. Tentu saja dengan setoran yang tidak kecil.

Upeti yang diberikan kepada Pemda paling besar, dibandingkan kepada aparat yang berwenang. Supaya usaha mereka tidak terganggu, mereka juga membayar uang keamanan kepada aparat yang berwajib. Besarnya variatif, tergantung luas dan lokasi.

Oh pantas saja saya melihat perbedaan yang menyolok antara rakyat dengan bupati. Kebetulan dalam urusan saya, kami bertemu dengan bupati dan istrinya. Saya terpana melihat istri Bupati yang lebih mirip toko mas berjalan.

"Bupati ini baru saja menerima upeti dari saingan saya," bisik teman saya.

Namun sebenarnya, upeti uang keamanan juga diberikan kepada para ahli hukum. Kalau kita bisa mengingat bahwa ada kasus dimana hakim justru membebaskan si pengusaha.

Lingkaran setan para koruptor ini sangat kuat dan ruwet. Bahkan pemerintah pusat pun kesulitan untuk mengurainya. Sebab uang yang berputar di area ini mencapai miliaran Rupiah. Siapa yang tidak tergiur karenanya?

Maka kalau mau menyelesaikan masalah karhutla di Riau dan provinsi lainnya, yang pertama harus diusut adalah Pemda. Tanyakan, berapa upeti yang diterima dari pengusaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun