Hal itu juga berlaku di kubu Paslon Prabowo Sandi. Setiap pentolan pendukung dari unsur sukarelawan, telah melakukan bargaining jauh jauh hari.
Nah, mereka inilah yang kemudian menjadi pelacur politik. Pertimbangan tertinggi adalah berapa banyak mereka dibayar, baik itu dengan materi atau jabatan.
Kalau ternyata ada pengkhianatan dalam kesepakatan antara mereka dengan timses Paslon, mereka bisa berbalik arah. Mereka akan mendatangi Paslon saingan dengan tawaran yang lebih baik. Jika Paslon saingan berani membayar lebih, maka mereka takkan ragu untuk pindah kubu.
Perhatikan saja, bahwa hal itu telah banyak terjadi dalam setahun terakhir ini. Mereka yang tadinya berada di kubu oposisi, kemudian berbalik menjadi pendukung setelah mendapatkan tawaran yang lebih baik.
Dua kubu Paslon, sesungguhnya dipenuhi oleh para pelacur politik. Itulah sebabnya masih saja ada gontok-gontokan di antara sesama pendukung salah satu Paslon. Mereka berebut untuk mendapatkan tempat terbaik.
Lalu bagaimana dengan nasib sukarelawan yang pada dasarnya tulus mendukung Paslon pujaan? Mereka tidak akan menjadi apa-apa. Mereka cukup puas jika Paslon yang didukung meraih kemenangan, disertai harapan akan tunainya janji pemimpin kepada rakyat.
Sedangkan para pelacur politik itu, bakal mabuk kegembiraan, berkipas kipas karena mendapatkan jabatan yang diidamkan. Kalau sudah menjadi 'orang', biasanya lupa pada teman seperjuangan.Â
Satu hal yang pasti, para pelacur politik itu memang memiliki kepandaian khusus. Misalnya, ahli mempengaruhi orang lain, agitasi dan propaganda. Mereka pandai mengubah dan membentuk opini dalam masyarakat.
Saya pribadi sudah kenyang berhadapan dengan para pelacur politik. Mereka membuat saya sangat muak dan ingin muntah.