Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kalau Eks Koruptor Boleh Menjadi Caleg, Apa Gunanya Ada SKCK?

20 September 2018   20:30 Diperbarui: 20 September 2018   20:44 4166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SKCK (dok.kompas.com)

Negeri ini memang amburadul dalam menerapkan peraturan. Hukum saling bertentangan, saling bertabrakan. Inilah akibat hukum yang bisa diperjualbelikan.

Polemik tentang eks koruptor yang boleh menjadi calon legislatif membuat saya geleng-geleng kepala. Secara logika sudah tidak masuk akal, bagaimana mungkin orang yang sudah menghisap duit rakyat boleh menjadi 'anggota yang mulia'?

Hal ini juga telah melanggar tatanan moral yang ada dalam masyarakat. Seorang mantan pesakitan bakal mulia kembali karena diberi jalan untuk ke arah sana. Ataukah memang sudah tidak ada lagi ukuran moral bagi para petinggi negeri.

Sebagai rakyat kecil, saya teringat bahwa untuk mendapatkan pekerjaan saja, kami harus menyertakan salah satu persyaratan. Antara lain adalah SKCK atau yang dahulu dikenal sebagai surat keterangan kelakuan baik.

Jika tidak membawa SKCK, bisa dipastikan bahwa lamaran kerja akan ditolak. Minimal berkas lamaran dikembalikan dan dilengkapi. Tidak ada satu instansi pun yang mau menerima mantan napi karena kuatir akan terjadi aksi kriminalitas.

Nah seingat saya, para calon anggota legislatif juga harus menyertakan SKCK sebelum memberikan berkas ke partai tempat bernaung. Lalu bagaimana dengan eks koruptor yang sudah mendekam di penjara dan menjalani mantan napi?

Majunya eks koruptor sebagai calon legislatif menyiratkan betapa bobroknya partai tersebut. Mereka tidak peduli dengan tatanan moral, hanya memikirkan kepentingan diri sendiri.

Mungkin penyebabnya adalah banyaknya setoran yang berasal dari calon legislatif eks koruptor. Perlu diingat, siapa saja yang menjadi pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif dari partai wajib menyumbang sekian persen dari penghasilan dia untuk partai.

Selain itu, nomor urut dalam pencalegan merupakan ajang bisnis jual beli partai. Siapa yang ingin nomor urut satu, tentu harga yang harus dibayar sangat tinggi. Hal inilah yang membuat praktik korupsi menjadi abadi.

Caleg yang mengeluarkan uang banyak dalam proses tersebut bakal mencari ganti pengeluarannya ketika terpilih sebagai pejabat. Satu satunya jalan adalah dengan korupsi. 

Karena itu boleh dikatakan bahwa partai adalah sumber munculnya koruptor. Mereka membuat proses pencalegan menjadi high cost.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun