Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan tengah menjalani masa kejayaannya sebagai orang terkuat di Turki. Dia yang telah menjadi Perdana Menteri Turki dalam dua periode, kemudian menjadi Presiden Turki untuk kedua kalinya setelah memenangkan pemilihan umum tanggal 24 Juni yang lalu.
Erdogan adalah orang yang berkepribadian sangat kuat. Ia memiliki kharisma, kecerdasan dan keteladanan yang tidak ada pada tokoh politik Turki lainnya. Karena itu sebagian besar masyarakat telah menganggap dia sebagai seorang Sultan. Erdogan merupakan wujud dari  Kesultanan Ottoman pada zaman modern.
Tidak ada yang menyangkal kejayaan kerajaan Ottoman berabad yang lalu. Hanya kesultanan Ottoman yang mampu menaklukkan wilayah Eropa. Kekaisarannya diakui seluruh umat muslim di dunia. Wajarlah jika Erdogan diharapkan membawa kebangkitan Islam selanjutnya.
Namun, tidak banyak yang mengetahui rekam jejak karir politik Erdogan. Bagaimana dia berhasil menjadi orang nomor satu di bumi Ottoman. Perjalanan Erdogan tidak mulus, melainkan sangat terjal. Dia melawan arus sekulerisme yang ditanamkan Attaturk.
Mari kita menyimak perjalanan Erdogan sejak dia menjabat sebagai walikota Istanbul;
27 Maret 1994
Erdogan terpilih sebagai walikota Istanbul, kota terbesar di Turki. Dia sebagai kandidat Partai Kesejahteraan Konservatif yang meraih 25, 19% suara. Sebenarnya Erdogan sudah aktif di partai ini sejak remaja dan mengikuti pemilihan umum sebelum akhirnya terjun ke pilkada/ pemilihan lokal pada tahun 1994.
26 Maret 1999
Erdogan dipenjarakan selama empat bulan dengan dakwaan "memprovokasi kebencian dan permusuhan dengan mendiskriminasi orang berdasarkan kelas, etnis, agama, sekte atau wilayah mereka". Dakwaan ini dijatuhkan setelah Erdogan membaca puisi kontoversial.
Puisi tersebut ditulis oleh seorang penulis konservatif pada tahun 1997. Erdogan dinyatakan bersalah dan dilarang berpolitik. Pemerintahan saat itu melarang politisi agama konservatif berpolitik. Erdogan mengundurkan diri dari jabatan walikota Istanbul.
14 Agustus 2001
Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Parti). Dia mulai bekerja keras untuk mengembangkan partainya. Orang-orang reformis bergabung dengan Erdogan. Sejumlah politisi yang semula berada di partai lain, juga masuk ke partai ini.
14 Maret 2003
Erdogan terpilih menjadi Perdana Menteri Turki karena AK Parti berhasil memenangkan pemilu bulan November tahun 2002. Â AK Parti memperoleh sekitar 34% suara. Setelah itu parlemen mengubah undang-undang sehingga memungkinkan Erdogan aktif sebagai anggota parlemen, lalu dipilih menjadi Perdana Menteri.
27 April 2007
Melalui situs resminya, militer Turki mendesak AK Parti untuk mematuhi norma-norma ala sekulerisme. Inilah tantangan besar pertama Erdogan, menghadapi militer yang memuja Attaturk dan menganut sekulerisme. Tetapi pada pemilu nulan Juli AK Parti justru menang dengan suara lebih besar, 47%.
30 Januari 2009
Sebagai Perdana Menteri, Erdogan meninggalkan sidang Forum Ekonomi Davos setelah bentrok dengan Presiden Israel, Shimon Peres. Perlawanannya terhadap Israel justru membuat rakyat menyambut kedatangannya di Istanbul.
7 Februari 2012
Ketika terjadi pemberontakan di Suriah, Erdogan mendesak Presiden Bashar Al Assad untuk melakukan reformasi dan menghentikan kekerasan di negara itu. Ini adalah salah satu kebijakan Erdogan mengenai Suriah.
Mei 2013
Pihak-pihak  yang tidak menyukai Erdogan, menggerakkan massa untuk melakukan demontrasi di lapangan Gezi, di Istanbul. Erdogan menilai bahwa demontrasi ini merupakan bagian dari aksi teroris. Polisi menindak tegas para demonstran.
Desember 2013
Jaksa penuntut negara mulai melakukan penyelidikan terhadap empat menteri yang berasal dari AK Parti. Mereka dituduh menerima suap dan korupsi. Erdogan merombak kabinet dan memberhentikan menteri yang terindikasi berhubungan dengan Fethulah Gullen, musuh Erdogan yang berada di Amerika Serikat.
10 Agustus 2014
Setelah diadakan perubahan konstitusi, rakyat Turki mengikuti pemilihan umum untuk memilih Presiden. Erdogan berhasil meraup suara 52%. Ia dalah presiden yang pertama kalinya terpilih karena popularitas. Berdasarkan undang-undang, Erdogan harus melepaskan diri dari partai agar tidak memihak.
7 Juni 2015
AK Parti aggal mengamankan suara mayoritas di parlemen. Hal ini memaksa Erdogan untuk 'mengurung diri' selama tiga hari dan meminta Ketua AK Parti untuk membentuk pemerintahan koalisi. Tetapi ditentang oleh partai-partai oposisi.
Turki kembali melakukan pemungutan suara. AK Parti memperoleh 49% suara. Di sisi lain, proses perdamaian dengan PKK (Partai Pekerja Kurdistan)  berakhir setelah dua tahun gencatan senjata. Selain itu, Turki tengah memerangi ISIS yang  berbasis di Suriah.
15 Juli 2016
Kudeta berdarah yang dilancarkan militer berusaha menggulingkan pemerintahan Erdogan. Â Saat itu Erdogan sedang berada di luar negeri. Â Erdogan menghimbau rakyat pendukungnya untuk turun ke jalan. Â Puluhan ribu pendukung kudeta ditangkap dan dipecat.
17 April 2017
Referendum berlangsung untuk menentukan perubahan sistem pemerintahan. Rakyat Turki  memberikan persetujuannya untuk mengganti sistem parlementer menjadi sistem presidensial.Â
24 Juni 2018
Pemilihan Umum yang dipercepat berhasil dimenangkan kembali oleh Erdogan. Sisstem pemerintahan dipertajam dengan sistem presidensial eksekutif yang memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada Erdogan untuk mengendalikan pemerintahan.