Mohon tunggu...
Empi Muslion
Empi Muslion Mohon Tunggu... Administrasi - pengembara berhenti dimana tiba

Alang Babega... sahaya yang selalu belajar dan mencoba merangkai kata... bisa dihubungi : empimuslion_jb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Disrupsi Birokrasi

12 November 2019   12:53 Diperbarui: 12 November 2019   13:08 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pelantikan Pengurus Bapor Korpri oleh Ketua Umum Korpri (Dokpri).

Nadiem Makarim dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, banyak yang terkaget-kaget, ada yang menyambut dengan gembira dan penuh harapan, namun ada juga yang mengomentari penuh dengan keraguan, sinis dan anekdot ketidakpercayaan.  Tapi bagaimanapun kita harus mengakui Nadiem adalah salah satu simbol dan pelaku di era disrupsi zaman ini.

Begitupula saat Presiden Jokowi mengumumkan lima target kinerja kabinet periode 2019-2024, salah satunya mengenai penyederhanaan birokrasi yakni tentang penyederhanaan eselonisasi (eselon ini sebenarnya adalah idiom lama yang diganti istilahnya dalam UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, saat ini ASN tidak lagi menggunakan idiom eselon tetapi menggunakan istilah jabatan ; jabatan tinggi, jabatan administrasi dan jabatan fungsional). Hal ini disambut dengan beragam pendapat terutama oleh kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merupakan personifikasi dari birokrasi Indonesia itu sendiri.

Kondisi birokrasi Indonesia saat ini secara kuantitas jumlahnya untuk PNS Indonesia berjumlah 4.285.576 orang (data Kemenpan RB, 11 Juni 2019), ini belum termasuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dulu istilahnya Pegawai Honorer. Dari sekian juta PNS Indonesia tersebut, sekitar 10,76 % merupakan posisi jabatan struktural.

Membahas birokrasi Indonesia sepertinya tak pernah habisnya, mulai sejak zaman orde lama, orde baru, orde reformasi dan orde zaman ini, kita bak selalu memasuki lingkaran labirin yang tak bertepi. Ketika sudah menyisir lingkarannya, kita akan ditelan oleh fatamorgana yang seolah tak menemukan  pintu masuk dan pintu keluarnya, sama-sama membingungkan, tak tahu dari mana harus mengurai benang kusutnya, birokrasi seolah menjadi momok dalam setiap pemerintahan, dia selalu dikambinghitamkan tetapi juga dimanfaatkan.

Namun secara fakta dan realita birokrasi itu akan selalu ada, akan selalu dibutuhkan dalam sebuah pemerintahan, birokrasi eksistensinya akan selalu hadir selagi negara itu tetap berdiri. Karena tak bisa dipungkiri, sejarah birokrasi tidak terlepas dari keberadaan dan perkembangan negara bangsa (Nation State) itu sendiri.

Tidaklah salah apa yang ditesiskan oleh Weber  yang mengungkapkan tidak ada gunanya untuk mencoba menghapuskan birokrasi, karena itu hanya bisa dilakukan dengan bantuan sebuah organisasi lain, dimana kalau pun berhasil menang, organisasi ini juga nantinya akan terbirokratisasi dengan sendirinya. Bahkan seandainya pun kapitalisme bisa dihapuskan pada suatu saat nanti, itu tidak akan menghapuskan birokrasi.

Sama seperti pendapat Mosca yang bertentangan dengan pendapat Marx, Weber tidak percaya bahwa dalam sosialisme atau komunisme nanti birokrasi akan menjadi layu (wither away). Justru sebaliknya, birokrasi akan semakin kuat dan makin berkuasa.

Begitulah gambaran tentang sosok birokrasi, fenomena era disrupsi yang berlangsung disegala lini kehidupan juga tidak terhindari terjadi pada wajah birokrasi Indonesia. Dia akan selalu ada ber-evolusi, berinovasi dalam setiap zaman, mazhab dan isme apapun, tetapi bukan berarti birokrasi tidak bisa diatur dan ditata, disinilah ujian bangsa ini yang terus mencari jatidiri peradaban birokrasinya. 

Wacana Penyederhanaan
Wacana pemangkasan jabatan dalam birokrasi bukanlah isu yang muncul mendadak saat ini, sebagaimana yang disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi. Diawal masa reformasi, isu ini sudah ramai dibicarakan, tak ayal banyak struktur eselon V yang ada di birokrasi Indonesia baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sudah banyak yang dipangkas, sebagian besar instansii pemerintah saat ini tidak adalagi mencantolkan eselon V dalam struktur organisasinya.

Saat ini kembali bergaung  wacana segar dari Presiden Jokowi dalam taget kerja 2019-2024, tentang penyederhanaan birokrasi, namun sebelum membahas lebih dalam, harus kita samakan dulu maqom tempat berpijak, antara terminologi 'penyederhanaan birokrasi' dan 'penyederhanaan eselonisasi (jabatan).' Menurut penulis ini adalah dua term yang sangat berbeda makna, substansi dan implementasinya. Bahwasanya penyederhanaan jabatan hanya bagian kecil dari tugas besar dalam penyederhanaan birokrasi.

Sekarang pemerintah mau memfokuskan tentang apa, apakah sebatas penyederhanaan jabatan atau benar-benar ingin menata birokrasi secara komprehensif dengan melakukan penyederhanaan birokrasi. Kalau hanya untuk penyederhanaan jabatan tidak perlu menunggu waktu lama, enam bulan ini pasti selesai, tapi apakah itu yang kita maksud dan kita tuju?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun