Mohon tunggu...
Supriyatna
Supriyatna Mohon Tunggu... Penulis - Emosi diujung pena

Menjadi bijak bukan dengan cara mengkritik atau Menasehati Orang lain, Menjadi Bijak berani memberi Solusi bagi permasalahan Orang Lain. " Karena Nasehat bukanlah Solusi, Jadi jangan memberi Solusi dengan cara memberi Banyak Nasehat"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Sinta Dewantarama | Karya Supriyatna | Kumpulan Puisi Emosi di Ujung Pena Bab 1

23 Juni 2021   13:02 Diperbarui: 23 Juni 2021   13:02 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" Sang Sinta Dewantarama "

Tertegun menahan cemas...
Berjalan menghindari gelisah yang ada..
Haruskah aku teriak,,,
Haruskah aku lari dari semua kekosongan yang ada,,,

Terpenjara,,di sudut kubus kecil nan gelap gulita..
Cahaya lilin pun tak bisa menerangi...
Aku Meniti Hajat dibalik do'a ku...
Dan Mematahkan Asa diatas sajadahku..

Namun tetap saja tiada arah dan tujuan yang aku temukan...
Menahan malam agar tak berlalu...
Menjaga si tuan Pemarah agar tiada keluar di siang hari..
Aku meraba langit-langit kelam,,
Dan tiada kutemui satu pun bintang...

Angin berhenti berhembus,,,
Dalam kesunyian di malam itu...
Dan entah berapa lama Aku bersujud...
Entah berapa lama aku mengadah...
Namun tiada jawab dan tiada tanda...

Semakin carut marut ilusi dalam bayangan gelap...

Dan datanglah sang sinta dewantarama.
Ia berbalutkan 354 yang menjadi simbol akan jati dirinya...

Mengapa semua hening....
Terasa nyaman dan terbakar semangat yang telah memudar....
Mungkinkah Ia satu bingkisan sang khaliq yang terlewatkan...
Ataukah ia hanya seberkas fatamorgana di saat duniaku Metafora...,

Kembali menyala lentera kehidupan,,,
Terpampang jelas disudut dermaga tua.

Tidak...tidak.. .tidak akan semuanya menjadi sekoci yang berlalu...
Dia hanyalah bisikan dari 240 ...
Yang akan memudarkan 313 yang tertanam dijiwa ku kini...
Dan akan menyirami perih dan peluh saat-saat yang kan hadir nanti...

Namun ia datang atas simbol 354 itu...
Sepercik api menyala dan membakar setumpukan jerami...,,
Dan tidakkah mungkin pinang yang terbelah dua,akan tampak garis
lurus yang sama....,,,

Lagi-lagi aku meletakan penaku,,,
Dan menanggalkan jubah serta sajadah...
Aku menghampiri sorban lusuh dan menatap Kitab suciku...
Meneteslah air mata ini...,,

Mengapa sang waktu begitu kejam...
Ataukah aku yang tiada melihat sekitarku...,
Mungkin memang telah berlalu,,,
Namun bukankah belum terlambat...

Sang Sinta dewantarama , Mengapa ?
Mengapa Engkau Membalutkan sejuta keraguan ?
Tatapanmu terdapat sejuta keterasingan...
Aku kau buat bagaikan papan catur tanpa badik...

Dan diamku dalam kesendirian...
Menahan bisikan dari sang Azazil tua...
Dan Mengemban penat serta bebanku..

Tiada mungkin lukisan dan keindahan

 batin akan kembali bermuara...
dikalaKebun-kebunku sudah kutanami,
Dan berbuahkan hasilnya...

Berdiri ku diatas awan...
Menggenggam air dengan jemari,,,
Tersesat di ujung Langit...
Biarkan bahtera indah ini selalu berada dalam tatanan hati yang terbalut keterasingan... .

Dan Nyatanya suara adzan membangunkan ku dari tidur panjang...
Dan menyadarkanku tentang rahasia langit yang tak'kan terungkap...
biarkan bunga mawar merah
ku genggam durinya...
Hingga sang waktu datang meminta darah keindahan hati pengelana rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun