Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengakselerasi Kesempatan Memperoleh Pendidikan di Era Industri 4.0 (Sebuah Ikhtiar Menuju Peradaban Lamakera[1])

29 Juni 2020   14:46 Diperbarui: 24 Maret 2023   08:16 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. H. M. Ali Taher Parasong, S.H., M.Hum. (Sang Inisiator Peradaban Lamakera dan sekaligus Putra Kandung Lamakera, suaraislam.id)

[7] Edi Suharto, Ph.D. 2009.  Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Penerbit. PT. Refika Aditama. h. 5.

[8] Lihat Mohammad Ali, op.cit., h. 28.

[13] Metode mengukur perkembangan pembangunan manusia pada suatu negara, yang dikenal dengan IPM ini, pertama kali dikembangkan oleh seorang pemenang nobel pada 1990 yang berasal dari India, yakni Amartya Sen, dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu oleh Gustav Ranis dari Universitas Yale dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu, indeks ini dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya. Amartya Sen menggambarkan indeks ini sebagai "pengukuran vulgar" oleh karena batasannya. Indeks ini lebih berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekadar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan.

[24] Hendarman. 2019. Pendidikan Karakter Era Milenial. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

[25] Sesungguhnya secara statistik (meski saya tidak mempunyai data yang pasti), generasi Lamakera sudah menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dalam memperoleh dan mengakses pendidikan yang layak dan berkualitas. Sejak 2 sampai 3 dekade terakhir persentasi pertambahan populasi generasi terdidik Lamakera sudah sangat menggembirakan, jika kita tidak ingin mengatakan luar biasa. Dibandingkan 3 sampai 4 dekade lalu, perkembangan populasi generasi terdidik Lamakera (rata-rata sudah mengakses pendidikan sampai tingkat sarjama, bahkan tidak sedikit juga sudah mencapai jenjang doktoral (magister dan doktor), tentu saja dengan harapan juga memiliki kompetensi yang memadai (baik dari sisi pengetahuan teoritis, keterampilan (skills), maupun kemampuan afeksi untuk mampu beradaptasi secara cepat dalam kondisi fluktuatif-kompetitif saat ini.

[32] Ary Ginanjar Agustian, 2005. Edisi Baru, "ESQ : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual", Jakarta : Penerbit Arga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun