Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Para Pengikut ISIS yang Insyaf Setelah (Merasa) Tertipu

16 September 2017   10:42 Diperbarui: 5 Februari 2020   08:15 8113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : eN-Te

Koplak memang alasan yang disampaikan para pemimpi yang ingin mendapatkan "surga" di Suriah. Gegara terbuai oleh bujuk rayu dan propaganda kelompok maniak (ISIS), yang ingin menguasai dunia dengan iming-iming sistem khilafah, para pemimpi itu berangkat dengan semangat 45 ke daerah konflik, Suriah.

Rupanya iming-iming janji akan mendapatkan semua fasilitas secara gratis dengan berbagai tunjangan hidup nan wah di bawah naungan khalifah besar ala ISIS, telah menutup nalar sehat mereka. 

Tanpa ba-bi-bu, semua aset yang diperoleh selama ini (rumah, dll)  dengan rela mereka lepaskan untuk mendapat 'modal awal' keberangkatan ke Suriah. Bahkan tanpa memikirkan bagaimana konsekuensi terhadap status kewarganegaraan, dengan tekad membabi buta tetap saja melangkah pergi.

Sungguh di luar dugaan dan khayalan mereka, semua fantasi surgawi ala janji kelompok ISIS ternyata tidak seindah dalam lamunan. Kenyataan yang hadir dan terbentang di hadapan mereka, tidak lebih dari fatamorgana.

Terlihat indah menawan dari jauh, tapi setelah mendekati dan semakin dekat, bertemu, berkenalan, dan 'bercumbu rayu', khayalan indah itu raib seketika. Ketika sedang melamunkan sebuah kondisi serba ideal, datang seseorang mendekati, kemudian dengan sengaja menghentaknya, lamunan indah ala mimpi di siang bolong terik itu, bagai palu ghodam yang mengagetkan.

Tiga Eks Pengikut ISIS (kompas.com/bbc.com)
Tiga Eks Pengikut ISIS (kompas.com/bbc.com)
Syukurlah mereka yang terkaget dari lamunan itu kemudian sadar dan menyesal, seperti mantan atau eks simpatisan ISIS ini, sekaligus menyadari bahwa semua yang hadir dalam imajinasinya itu hanya sebuah lamunan yang memabukkan tanpa fakta. 

Kondisi yang terbentang di depannya malah menunjukkan tanda-tanda yang sangat kontras dengan apa yang tersaji melalui propaganda dan janji di internet. Lebih biadab, menurut pengakuan salah satu eks simpatisan ISIS bahwa mereka hanya dianggap sebagai pabrik pembuat anak semata.

Inilah akibatnya kalau kurang melek. Bukan saja miskin literasi, mereka juga sangat miskin sikap kritis dalam berbagai hal. Termasuk tidak mau sedikit berusaha mengecek dan menverifikasi dengan mencoba melakukan komparasi setiap informasi, agar mendapat gambaran seutuhnya, sehingga tidak terjebak janji palsu. 

Nyatanya setelah terjebak, mereka kemudian tersadar dan malah merasa (telah) ditipu. Padahal ketika itu mereka secara sadar memutuskan untuk meninggalkan negeri zamrud khatulistiwa, yang konon kabarnya dijuluki sebagai sepotong surga yang diturunkan Tuhan ke dunia ini. Bahkan dengan bangga dan pongah beranjak pergi.  

Ketika kondisi yang sangat jauh berbeda dengan ekspektasi awal sebagaimana propaganda dan janji manis ala ISIS, kemudian mereka siuman dan tersadar. Bahwa ternyata semua fantasi yang digambarkan melalui video dan propaganda itu, ibarat "jauh panggang dari api". 

Muncul kemudian perasaan menyesal karena telah percaya pada janji gombal, merasa terhempas dan dihempaskan. Sebab kondisi yang hadir di hadapan mereka sekarang bukan lagi surga dengan berbagai aneka ragam kebutuhan, tapi malah yang terpampang adalah kenyataan tanpa harapan (hopeless).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun