Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Erdogan Menghukum Seorang Jurnalis Turki Karena Menulis Kritik di Twiter, Apa Kata Kader PKS?

10 Oktober 2015   09:18 Diperbarui: 10 Oktober 2015   09:52 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sumber gbr : beritaintrik.com

Oleh : eN-Te

Tadi pagi (Sabtu, 10/10/15) ketika menonton berita di salah satu TV swasta nasional, muncul sebuah  running text yang menyatakan bahwa “seorang jurnalis Turki di penjara karena kritik Erdogan di twiter”. Pikiran saya langsung teringat pada pernyataan seorang kader PKS ketika Erdogan berkunjung ke Indonesia beberapa waktu yang lalu. Ketika itu, sang kader, Tengku Zulkifli Oesman (TZO) menulis status di akun facebook-nya tentang analisis ala “mimik wajah dan tatapan mata” Erdogan terhadap Presiden Jokowi. Salah satu kesimpulan analisis ala “tatapan mata” itu, TZO menyatakan bahwa ingin meminjam PM Turki itu, Tayep Rejep Erdogan, untuk memimpin Indonesia selama setahun.

Anomali Demokrasi ala Erdogan

Sakingnya “fanatiknya” sama Erdogan, TZO ingin meminjamnya pula. Buat apa? Ya untuk memimpin Indonesia, khususnya memimpin TZO dan konco-konconya (dkk) selama setahun. Mengingat mantan “presiden” mereka sudah digelandang masuk bui gara-gara “daging”. Ya daging sapi, dan juga daging puthsun.  

Mengapa sampai muncul ide seperti itu, karena bagi TZO dan konco-konconya, seorang Erdogan merupakan tipikal pemimpin yang “sempurna”. Pemimpin yang memenuhi hampir semua kriteria yang diharapkan oleh TZO, dkk. Menurut TZO, Erdogan adalah “pemimpin dunia yang hebat, berkelas, dan standar demokrasi internasional, ...” (sumber). Catat standar demokrasi internasional.

Banyak pemimpin hebat dunia sangat menghargai kebebasan berbicara dan berpendapat. Karena itu, ketika TZO membuat analisis ngawur dengan menghina Presiden Jokowi pun, tidak pernah diapa-apakan. Jangankan analisis ngaco TZO, jauh sebelumnya banyak kader dengan jargon cinta, kerja, dan harmoni ini, sangat suka dan gembira ria menghina, mencaci maki, dan menyebarkan fitnah, tanpa rasa bersalah, tapi tidak pernah ditindak. Mengapa demikian, karena pemerintah tahu batas-batas penghargaan terhadap kebebasan berbicara dan berpendapat. Pemerintah tahu tentang nilai-nilai dan standar demokrasi.

Jangankan mengkritik berdasarkan fakta, jelas-jelas membuat berita bohong dan fitnah yang sangat keji saja dibiarkan. Meski kemudian muncul wacana untuk membuat rancangan undang-undang tentang penghinaan terhadap Presiden. Tapi belum apa-apa, hal itu malah membuat heboh, bahkan dijadikan sebagai bahan baru untuk mencaci maki pemerintah. Mantan Ketua MK, Jimly Asshidiqie (JA) saja menilai bahwa munculnya ide tentang pasal penghinaan Presiden karena kita masih menganggap Presiden adalah simbol negara. Menurut JA, bahwa pemikiran Presiden adalah simbol negara merupakan pemikiran bergaya feodal(istik).

Kebayang apa tidak ya, si TZO ini bila Erdogan memimpin Indonesia, setelah TZO dkk berhasil “membarternya”, kemudian dalam masa-masa kepemimpinan selama setahun itu, ternyata jauh panggang dari api, tidak sesuai dengan ekspektasi mereka? Apa pula reaksi TZO dkk bila mengetahui bahwa seorang Erdogan sangat anti terhadap kritik. Baru dikritik oleh seorang jurnalis (yang merupakan warganya pula), ia sudah keblingsatan, sampai harus memenjarakannya pula. Apatah lagi bila mendapat sumpah serapah dan fitnah yang tak terkira, hanya karena ia belum dapat memenuhi harapan mereka. Dan bagaimana pula bila sumpah serapah dan fitnah itu hanya berdasarkan kebencian semata, dan sangat jauh dari fakta. Saya bisa membayangkan, Erdogan akan berdiri sambil berkacak pinggang dan menunjuk-nunjuk sambil memerintahkan kepada pihak keamanan agar dengan segera melakukan penangkapan dan interogasi. Masih mendingan bila hal itu dilakukan berdasarkan prosedur yang ada, tapi jika langsung diperintahkan untuk dipenjara, apa kata dunia?

Menunggu Reaksi TZO dkk

Saya sangat yakin bahwa TZO dkk pasti akan membela Erdogan atas kasus pemenjaraan seorang jurnalis karena telah berani mengkritik Erdogan melalui media twiter. Mungkin dalam pandangan TZO dkk, apa yang dilakukan oleh Erdogan merupakan suatu hal yang wajar dan sudah seharusnya. Warga Turki boleh mengkritik Erdogan, sepanjang hal itu sesuai dengan kaidah (standar) demokrasi ala Erdogan sendiri. Bila kritik itu tidak berdasarkan standar demokrasi ala Erdogan, maka bersiap-siaplah masuk penjara. Anda boleh mengkritik tapi harus melalui saluran yang benar dan direstui oleh Erdogan, yang katanya seorang pemimpin yang hebat dan memiliki standar demokrasi internasional itu.

Sayangnya berita-berita miring tentang Erdogan pasti akan dieliminasi dari perhatian TZO dkk. Termasuk pula portal puyengan. Mereka pasti akan mengabaikan hal itu, seakan-akan tidak pernah ada. Masalahnya, jika hal itu sampai “ketahuan”, akan sangat merusak dan mencoreng profil ideal Erdogan dalam bayangan mereka. Ekspektasi yang begitu besar terhadap Erdogan bisa hancur berantakan seketika.

Karea itu, saya sengaja menulis artikel ini untuk “memberitahu”  kepada TZO dkk, bahwa profil ideal Erdogan itu, hanya ilusi, bukan fakta. Toh, di Turki sana juga tidak menerapkan nilai-nilai Islam sebagaimana kelompok pejuang khilafah harapkan selama ini, tapi sangat kuat aroma sekularismenya. Jika hanya mengkritik saja lewat twiter di penjara, bagaimana pula sikap Erdogan bila melihat kader-kader puyengan yang hampir saban hari seenak udelnya membuat berita bohong dan fitnah? Gak kebayang gua, pasti penjara pada penuh dengan kelompok penyebar berita bohong apalagi fitnah.

Masih untung mereka tidak mengalami nasib seperti seorang mahasiswi UGM yang diproses hukum sampai dijatuhi hukuman sanksi badan gara-gara menghina Kota Yogyakarta. Hanya karena kesal “diteriaki” masuk pada antrean jalur mengisi pertamax di sebuah SPBU, seorang mahasiswi tadi, memposting status facebook dengan menghina Kota Yogya. Aksi yang dilakukan mahasiswi ini, sontak saja mendapat reaksi yang luar biasa, hingga ada yang harus melaporkan si mahsiswi tadi ke polisi. Bahkan pihak almamaternya juga keder, sehingga harus ikut-ikutan pula “menghukum” sang mahasiswi itu. Benar-benar apes, sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Tapi, kelompok spesialis “penyebar fitnah” ini tidak pernah peduli dengan semua itu. Hingga mereka dengan tidak malu-malu ingin meminjam Erdogan untuk memimpin Indonesia. Tidak untuk selamanya, tapi cukup satu tahun. Wahai Erdogan, penuhilah permintaan itu, dan tunjukkan bahwa anda tidak suka dikritik. Siapa yang berani melakukan kritik terhadapmu, apalagi sampai menfitnahmu tanpa dasar dan hak, maka bertindaklah sesuai standar demokrasimu. Jangan biarkan para pemfitnah itu, berkeliaran sambil berhahahihi menyebar “virus” tak berguna itu.

Ya sudah, begitu saja, selamat membaca!

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 10  Oktober  2015    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun