Sudah sejak lama aku mengulur waktu untuk mengunjungi bekas Kamp Konsentrasi Sachenhausen, Berlin ini. Alasan utamanya, aku merasa belum siap saja melihat tempat itu mengingat latar belakang peristiwa mengerikan yang pernah terjadi. Namun, setelah kesekian kalinya orang menanyakan perihal tempat ini, dan, aku merasa penjabaran dari apa yang dibaca itu masih kurang pas, akhirnya Sabtu kemarin memutuskan untuk pergi bersama Bang Steph.
Awalnya, karena cuaca cukup bagus dan kita pun sehari sebelumnya merencanakan mau sepedaan atau jalan-jalan. Setelah makan siang, aku malah (kumat) isengnya lalu tanya bang Steph apakah mau ke Sachenhausen atau tidak. Eh, dia mau saja lalu siapin ini itu. Nggak enak hati sendiri, walau sadar waktunya mungkin nggak akan cukup, tapi aku juga nggak meralat keinginan pergi ke sana. "Biar sedapatnya saja." kupikir gitu.
Siapa yang tidak merinding mendengar kata Kamp Konsentrasi? Cerita kekejaman yang pernah tersimpan dibalik tempat ini pernah membelalakkan mata dunia, dan, sampai saat ini pun masih meninggalkan kesan yang sama (buat saya).Â
Sejarah masa lalu yang gelap itu memang enggan untuk dibicarakan, utamanya di Jerman, mereka tidak senang ditanya perihal satu ini (perlu dicatat kalau ketemu orang Jerman, jangan ngebahas ini kecuali sudah sangat dekat). Karena semua juga sadar bahwa peristiwa tersebut meninggalkan luka bagi kemanusiaan. Namun tidak bisa ditutupi bahwa kita juga belajar menjadi lebih baik dari sejarah, bukan?
Adalah Sachsenhausen, bekas kamp konsentrasi Nazi yang berjarak sekitar 37 Km dari pusat kota Berlin-Jerman dan bisa ditempuh dalam 43 menit dengan mobil atau sekitar 1,5 Jam dengan kereta api. Saat ini, sisa bangunan dan tanahnya digunakan sebagai memorial dan museum yang dibuka untuk umum dengan gratis. Ya, Jerman membuka diri perihal sejarah Sachenhause secara tidak langsung. Yang pasti, untuk informasi yang lebih akurat, kita bisa menyewa audio guide seharga 3 Euro (sekitar 42 ribu rupiah) yang tersedia dalam 5 bahasa termasuk bahasa Inggris. Jangan tanya kenapa nggak ada bahasa Indonesia tersedia ya...
Oh ya, kita juga bisa ikut tour guide yang dikenakan seharga 14 Euro/orang (sekitar 199 ribu rupiah). Tapi kalau kita menyewa audio guide, kita juga akan dapat peta lokasi, ini juga lebih dari cukup. Untuk catatan saja, bagi mereka yang menyukai sejarah, untuk mendapatkan kunjungan yang maksimal, mungkin ada baiknya menyediakan waktu lebih dari 3 jam kunjungan (hanya untuk ngunjungin area, belum termasuk waktu perjalanan).
Menuju Kamp Konsentrasi, kita akan melewati bekas tembok serta menara pengintai. Di beberapa bagian tembok, kita bisa melihat foto-foto beserta informasi tentang kehidupan di masa itu.
Gedung baru sebagai Museum
Jepretan keren si abang, kek gitu dia biasanya jepret nggak bilang-bilang. Jadi entah lagi  gimana gitu orangnya, terserah. Oh ya, ini di depan pintu utama masuk Kamp Konsetrasi seperti foto kami di atas.
Museum dan pintu utama, diambil dari gerbang utama. Sementara di sebelah kiri foto ini adalah rumah kediaman komandan saat itu.
Di pintu utama ada slogan "ARBEIT MACHT FREI", atau "work sets you free" dan tulisan seperti ini ditemui dibeberapa kamp konsentrasi lainnya.
Dari tahun 1936 hingga jatuhnya Nazi bulan Mei 1945 tempat ini utamanya digunakan untuk tahanan politik. Awalnya, Sachsenhausen dibangun sebagai pusat pelatihan tentara SS (para militer dibawah Adolf Hitler), tempat ini tidak dimaksudkan untuk menjadi tempat eksekusi.Â
Iya, awalnya tempat ini dibuat untuk menjadi standar kamp konsentrasi yang lain termasuk dalam desain arsitektur nya juga dalam perlakuan terhadap tahanan. Tahanan perang di sini awalnya dijadikan sebagai pekerja bangunan untuk misi pembangunan kembali kota Berlin pasca perang dunia. Namun berangsur pembunuhan sistematis dilakukan pada tahun 1942 dengan memindahkan sejumlah besar tahanan Yahudi ke Auschwitz. Seiring dengan itu juga, tahun 1943 dibangun kamar gas dan oven di Saschenhausen yang memfasilitasi pembunuhan tahanan dalam jumlah yang lebih besar secara tidak langsung.Â
(Area kamp konsentrasi dilihat dari tower A, atau, bangunan di atas pintu masuk utama. dari sini lah biasanya komandan men-check semua keberadaan kamp konsentrasi)
Sebagian bangunan kamp konsentrasi memang sudah rata dengan tanah, seperti foto di atas, hanya diberi penanda saja. Namun, ada beberapa bangunan yang bisa dikunjungi sekaligus dijadikan pameran. Di sana, kita bisa membayangkan bagaimana hidup dan keseharian mereka saat itu.Â
Tulisan "zona netral" ini adalah pengingat untuk tidak dilewati tahanan. Di batas ini, ada pengecualian aturan, dimana tahanan diijinkan ditembak mati oleh tentara penjaga tanpa aba-aba dan peringatan.Â
(Perspektif zona netral. Setelah dilapisi kawat berduri, masih ada tembok)
Yang paling banyak dikunjungi adalah bekas "small camp" tempat para tahanan Yahudi. Sebagian sudah rata dengan tanah, namun barak 38 dan 39 adalah contoh yang masih berdiri dan dibuka. Di sini, kita bisa melihat tempat membersihkan badan yang sangat kecil dan tiap hari ada sekitar 400 tahanan laki-laki mengantri di sana, dalam waktu 30 menit harus selesai. Tau kan? Itu juga ada bagian tembak mati. Lalu, penggunaan toilet yang dibatasi pagi dan sore hari. Diantaranya ada ruang yang pengap dan sempit tempat menghukum tahanan, tepatnya menyiksa. Macam-macam caranya. Di barak ini juga bisa dilihat tempat tidur tahanan dan alat-alat yang dipakai.Â
Barak 38 dan barak 39
Ruangannya berderet
(tempat membersihkan badan, dan di sebelah kanan itu, diakhiri dengan mencuci kaki dengan air dingin)
Dan yang pasti, tempat lain yang menjadi mimpi buruk di masa itu adalah tempat eksekusi yang ditempatkan di luar barak. Pada awalnya, cara eksekusi adalah dengan tahanan digantung dan ditembak mati. Tahun selanjutnya, ada yang dimasukkan di kamar gas dan jenazahnya dikremasi. Dicatat sekitar 200.000 orang dipenjara di tempat ini. 10.000 orang meninggal karena kelaparan, penyakit, bekerja keras, uji coba medis, atau ditembak mati oleh tentara SS.Â
Aku berpikir, sebenarnya ada berapa orang yang meninggal tidak wajar di kamar gas? Karena dicatat 10.000 orang meninggal karena kelaparan, penyakit, bekerja keras, uji coba medis, atau ditembak mati oleh tentara SS itu adalah kematian yang wajar :(Â
Kita tidak bisa menutup mata dengan sejarah yang terjadi, sekelam apapun itu. Karena dengan itu, juga, bisa memecut diri untuk terus memperbaiki ke arah kehidupan yang lebih terarah. Â