Hari sudah sore, sekitar pukul 16.00, ketika aku dan suamiku tiba di sebuah rumah di tepi hutan. Rumah dinas pak Sugeng, teman suamiku.
Pak Sugeng masih mengenakan seragam dinas sama dengan seragam yang dikenakan suamiku saat itu.
Lalu tanpa suara pak Sugeng dan suamiku berjalan menuju hutan yang berada di sekitar rumah, meninggalkanku di rumah itu sendirian.
Aku menunggu mereka sambil duduk di sebuah kursi kayu yang ada di dalam rumah itu, ada perasaan tidak enak menyerangku.
Aku sedikit merasa tenang saat melihat beberapa anak buah pak Sugeng lalu lalang di depanku.
Mereka yang lalu lalang itu semua berjalan dengan menunduk, sehingga aku sama sekali tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas, karena sedikit tertutup helm proyek yang mereka pakai dan yang agak aneh, tidak ada satupun dari mereka yang berbasa-basi menyapaku.
Mereka berjalan hilir mudik ke sana-ke mari, tanpa sedikitpun menoleh kepadaku.
Tapi biarlah, setidaknya kehadiran mereka mampu sedikit mengusir rasa takutku, karena aku merasa ada orang lain di tempat itu selain diriku.
Hari makin gelap, tapi pak Sugeng dan suamiku belum kembali juga dari hutan.
Perasaan gelisah kembali menghinggapiku, apalagi staf pak Sugeng yang lalu lalang tak sebanyak dan sesering tadi.
Mungkin sebagian sudah mulai kembali ke kamar masing-masing, karena rumah itu juga berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para staf yang bertugas di hutan itu.
Tiba-tiba pintu belakang, yang menghubungkan rumah dengan hutan terbuka...: aku baru saja menghela napas lega, karena aku mengira suamiku dan pak Sugeng yang datang.