Mohon tunggu...
Emil Siallagan
Emil Siallagan Mohon Tunggu... Mahasiswa Tugas Belajar -

"Calon Kasubsi"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradoks Negeri Abu-abu

16 April 2016   13:16 Diperbarui: 16 April 2016   14:14 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat datang di negeriku, negeri abu-abu. Negeri dimana perbedaan pelanggaran dan kebenaran hanya setipis kulit bawang. Wajarlah warga negeri kami bingung mana hal yang sebebarnya benar dan mana yang salah. Kami bingung karena sebagai manusia kami selalu menetapkan standar ganda dalam melihat dan menyimpulkan sesuatu.

 ***

 Saat para pedagang seenaknya berjualan di trotoar kami mengeluh,lalu pemerintah menertibkan para pedagang itu,terkadang dengan pentungan. Kami sedih melihat hal itu,mereka juga manusia kanapa harus dengan cara kekerasan. Mereka juga manusia dan memiliki hak asasi, sesaat kami lupa akan keluhan kami akan mereka. Kami juga melupakan hak asasi sebagian saudara kami penyandang disabilitas yang ruang geraknya dibatasi karena jalur yang seharusnya dapat lewati sudah tidak lagi bersahabat.

 ***

 Negeri kami memang abu-abu, begitu juga hukumnya. Sehingga terkadang kami lebih suka menyelesaikan masalah dengan cara sendiri. Ketika seorang begal tertangkap dan dihajar oleh warga kami, sebagian warga lain mengutuk hal itu. Mereka bilang bahwa begal juga punya hak untuk hidup, hanya Tuhan yang bisa mencabut nyawa manusia. Mereka lupa bahwa keluarga mereka bisa jadi korban berikutnya, tidak terkecuali diri mereka sendiri apabila para begal tersebut tidak dihajar. Karena kami sadar, di negeri ini petugas keamanan belum bisa mengayomi.

***

 Di negeri kami media sosial adalah ajang menunjukkan eksistensi, agar kami memperoleh esensi dalam menjalani hidup. Bisa dibilang hidup kami dikelilingi oleh gadget, filisofi hidup kami adalah "anda adalah gadget yang anda pakai." Jangan heran jika seorang bisa mengoperasikan lebih dari dua gadget canggih dalam waktu bersamaan,itu merupakan prestise dinegeri kami. Jika tidak ingin jadi artis dadakan,sedikitpun jangan pernah membuat kesalahan, karena kami siap merekam anda kapan saja lalu menyebarkanya di media sosial. Warga kami mendapatkan kepuasan tersendiri apabila bisa mem-bully di media sosial,padahal kami sadar bahwa kejadian seperti itu bisa saja menimpa kami. Saat orang yang di-bully tadi tiba-tiba mendapat kemalangan, kami juga ikut bersedih dan umpatan berubah menjadi penyesalan.

***

Jangan sekali-sekali menyinggung masalah agama di negeri kami. Karena masyarakat kami sensitif dengan perbedaan.Lihatlah di forum-forum debat lintas agama,semua mengakui jika agamanya yang akan menjadi jalan menuju surga. Baru belajar agama beberapa tahun sudah bisa menjadi pembicara agama, dengan gampangnya menuding agama lain salah dan dia yang benar.Berbeda dengan para pendahulunya yang lebih bijaksana yang hampir seluruh hidupnya diabdikan untuk mempelajari agama namun tidak pernah menjelekkan agama lain.

***

Di negeri kami banyak orang-orang pintar, tetapi pemerintah kami tidak pernah menghargai. Bukan hanya pemerintah,kami sendiri juga terkadang tidak menghargai. Sifat nyinyir sudah menjadi semacan budaya di negeri kami, senang lihat orang susah, susah lihat orang senang. Namun saat orang pintar tadi berhasil di negeri orang kami pun akhirnya menyesal karena kami sadar orang-orang seperi merekalah yang dapat memperbaiki negeri ini.

 ***

Di negeri kami sangatlah sulit mencari pemimpin yang benar. Padahal kami sudah lama memimpikan ada sosok yang mampu membawa kami menuju perubahan menjadi negeri penuh warna. Namun saat sosok yang kami tunggu selama ini muncul dari antah berantah, semua kalangan atas di negeri kami ingin menghancurkan dia. Semua orang berlomba-lomba mencari kesalahannya, berbagi isu negatif dilemparkan untuk mempengaruhi kami. Beberapa dari mereka juga sampai mempertaruhkan harga diri hingga nyawanya hanya untuk mendapatkan simpatik kami. Mereka menilai sosok tersebut terlalu arogan, sehingga tidak pantas memimpin negeri ini.Anggapan mereka hanya orang-orang santunlah yang boleh memimpin, bukan orang arogan yang sering menyakiti hati mereka. Sebagian warga kami terpengaruh dengan isu yang mereka lemparkan, karena kami juga bingung, di negeri abu-abu ini kami sulit membedakan mana yang baik dan jahat. Memilih antara dipimpin si arogan yang bersih atau si santun yang ternyata kedok belaka.

 ***

Sulit memang hidup di negeriku ini, negeri dimana perbedaan  pelanggaran dan kebenaran hanya setipis kulit bawang. Walaupun begitu, kami percaya suatu saat negeri ini pasti akan berubah, setidaknya untuk keturunan kami kelak. Semoga pada saat itu tiba negeri abu-abu ini berubah menjadi negeri pelangi indah, agar kehidupan mereka lebih berwarna daripada nenek moyangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun