Mohon tunggu...
Emilianus Elip
Emilianus Elip Mohon Tunggu... Human Resources - Direktur Yayasan Nawakamal Mitra Semesta (https://nawakamalfoundation.blogspot.com)

Berlatar pendidikan Antropologi. Menulis....supaya tidak gila!!! Web: https://nawakamalfoundation.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tarmin: "Ibu Bolehkah Aku Punya Istri....?"

21 Maret 2022   13:23 Diperbarui: 21 Maret 2022   13:26 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tarmin yg kini cukup dewasa. Para kader sayang kepada Tarmin, selalu bertandang ke rumah Tarmin sekedar melihat dan mengingatkan dia untuk disiplin mi

Tarmin: "Ibu bolehkah aku punya istri....?"

Oleh : Emilianus Elip

Pemuda ini sekarang hidup cukup normal seperti layaknya pemuda lain di kampunya. Dia lulus SMA dan pernah bekerja berpindah-pindah dari pekerja administrasi di sebuah koperasi, pernah menjadi penjaga toko, pernah pula bekerja di sebuah toko fotocopy..... Namanya Tarmin (bukan nama sebenarnya), laki-laki 24 tahun. Saya dan istri saya bertemu dengan Tarmin pada saat dia masih bersekolah di kelas 1 SMP. Rumah Tarmin berada tepat dibelakang rumah yang saya kontrak waktu itu. Hampir setiap hari kami bertemu berbincang dengan Tarmin dan orang tua Tarmin.

Waktu itu para tetangga kami dan orang tua Tarmin sering berkisah bahwa Tarmin sering berdiam diri hanya di dalam kamar, melamun, mengalami halusinasi, kadang berteriak-teriak histeris. Hanya untungnya Tarmin tidak mengamuk, sehingga tidak ada masalah bagi tetangga-tetangga. Kalau sudah kambuh seperti itu, Tarmin pasti tidak berangkat sekolah berhari-hari sampai kumatnya sembuh. Para tetangga tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk Tarmin. Mereka tidak tahu penyakit apa yang sedang dialami Tarmin. Orang-orang hanya sering bilang Tarmin "gila", "edan", "tidak waras" ada dosa turunan yang tidak diketahui. Ini adalah istilah-istilah stigma-sosial yang biasanya ditujukan kepada orang yang mengalami gangguan kejiwaan seperti Tarmin.

Orang tua Tarmin juga tidak tahu harus berbuat apa. Mereka tidak bersekolah. Bapaknya Tarmin hanya bekerja serabutan. Ibunya tidak bekerja. Mereka hanya menempati rumah kecil hanya 1 kamar terbuat dari bambu. Kehidupan keluarga ini sangat berat dan miskin. Mendengar cerita dari tetangga ternyata kedua orang tua Tarmin adalah orang yang mengalami gangguan jiwa meskipun sangat ringan. Mereka saling dikawinkan oleh karena mempunyai nasib dan penyakit yang sama. Jadi orang tua Tarmin dan Tarmin, mereka adalah keluarga orang dengan gangguan jiwa.

Istri saya sudah melakukan pengamatan yang panjang terhadap keluarga ini, terutama Tarmin. Dia sering berbincang-bincang dengan Tarmin di rumahnya, terutama pada saat kelihatan Tarmin mengalami gejala kekambuhan. Dan pada suatu hari, istri saya mengajaknya untuk datang ke rumah sakit jiwa Provinsi Yogyakarta dimana istri saya bekerja. Waktu itu istri saya hanyalah seorang perawat jiwa di bangsal. Tetapi karena melanjutkan lagi pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat dan S-2 di psikologi di Universitas Gadjah Mada, kini dia menjadi kepala unit Kesehatan Jiwa Masyarakat. Tugas utamanya adalah melakukan pendekatan lintas sektor, memberikan pelatihan kepada kader dan tenaga kesehatan di Puskesmas, home visit, membangun sistem rujukan, dll di 4 kabupaten di Provinsi Yogyakarta.

Tarmin kemudian mendapatkan perawatan rutin dan selalu mendapat supplay obat dari rumah sakit tempat istri saya bekerja. Tarmin diwajibkan untuk minum obat secara disiplin. Namun nampaknya, sebagai anak remaja waktu itu, Tarmin sering lalai dan tidak disiplin minum obat. "Kan saya sudah tidak sering teriak-teriak, melamun, atau hanya di dalam kamar....berarti saya kan sudah sembuh", kata Tarmin. Inilah cara pemahaman yang keliru dari sebagian besar orang dengan gangguan jiwa dan masyarakat, termasuk keluarganya, orang tuanya, bahkan tetangga-tetangganya. Orang dengan gangguan jiwa, apalagi jenis sesrifrenia, harus rutin dan disiplin minum obat hampir sepanjang hidupnya. Kalau Tarmin tidak disiplin minum obat sampai beberapa minggu, maka gejala-gejala kekambuhannya dapat terbaca oleh istri saya. Lalu istri saya berkata tegas kepada Tarmin, "Kamu pasti tidak disiplin...kau anggap kau sudah sembuh total. Tidak Tarmin...tidak...kamu harus disiplin minum obat kalau hidup layak dan normal seperti teman-temanmu!!".

Saya sangat memahami memang tidak mudah menjelaskan apa yang terjadi dengan orang gangguan jiwa yang mengalami sisrofenia. Apalagi menjelaskannya pada Tarmin yang masih remaja bersekolah di SMP. Para tetangga juga sedikit-demi sedikit diberi pengetahun oleh istri saya apa yang terjadi pada Tarmin, ketika kita sedang duduk-duduk sore di rumah tetangga atau pada saat pertemuan kelompok arisan. Sedikit demi sedikit, dan terus menerus di ajarkan, sambil mendiskusikan gejala kumat yang terjadi pada Tarmin, akhirnya para tetangga ini bisa memahami apa yang dialami Tarmin. Sekarang, tidak hanya istri saya saja yang mengingatkan Tarmin untuk disiplin minum obat, tetapi para tetanggapun selalu ikut mengingatkan kepada Tarmin dengan bahasa yang halus dan tidak menyinggu perasaan.

Saya dan istri terpaksa pindah rumah kontrakan lagi setalah selama 4 tahun bertetangga dengan keluarga Tarmin. Waktu kami pindah rumah, Tarmin kira-kira masih sekolah di kelas 1 SMA. Meskipun rumah kami terpisah jauh sekarang, tetapi para tetangga kadang-kadang datang ke rumah sakit untuk memberi tahu perkembangan Tarmin. Tarmin kadang masih kumat, tetapi relatif jarang terjadi karena tetangga selalu mengingatkan Tarmin untuk disiplin minum obat. Istri saya juga kadang bertemu Tarmin yang diantar tetangganya untuk kontrol dan mendapatkan obat secara regularly ke rumah sakit. Semakin berjalannya waktu kini ada teknologi handphone, dan ternyata Tarmin juga mempunyai handphone karena dia kini sudah berpenghasilan. Dia ternyata sudah luluas SMA.

Tarmin termasuk orang dengan gangguan jiwa yang mampu latih dan mampu didik. Dia bekerja menjadi administrasi koperasi, penjaga toko....dll berpindah-pindah. Itu bisa terjadi karena Tarmin masih tetap disiplin minum obat dan secara regularly disiplin untuk kontrol ke rumah sakit rehabilitasi. Pada suatu sore Tarmin menghubungi istri saya melalui handphonenya. Kini Tarmin bisa bercanda-tawa dan bercerita secara runtun apa yang terjadi dalam hidupnya akhir-akhir ini. Kata Tamin kemudian melalui handphonenya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun