Mohon tunggu...
Mahendra
Mahendra Mohon Tunggu... Administrasi - Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Sejarah mengadili hukum dan ekonomi, sebab sejarah adalah takdir, di satu sisi. *blog: https://mahendros.wordpress.com/ *Twitter: @mahenunja *FB: Mahendra Ibn Muhammad Adam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Tuhan ‘Sayangi’ Kaum Gay?

20 Februari 2016   13:06 Diperbarui: 20 Februari 2016   15:06 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gay (sumber: bbci.co.uk)"][/caption]

Dalam Al-Qur’an Allah menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam), (jika ditinjau dari bahasa Arab) tentunya perbedaan dua kata tersebut sangat besar. Kata faahisyah tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual dipakai kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji.

 

Maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf[7]: 80]. Tafsirnya, kalian telah mengerjakan perbuatan yang kekejiannya telah dikukuhkan oleh banyak manusia.

Sementara itu, dalam masalah zina, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu faahisyah (perbuatan yang keji) dan suatu jalan yang buruk” [Al-Isra[17]: 32].

 

Perumpamaan, Anda berkata pada anak, “Ayah akan memukulmu!”

 

Seandainya anak Anda yang berumur 5 tahun ingin melompat dari lantai 10. Anda berkata “Anakku, jangan melompat!” Dia berkata, “Aku ingin melompat, Ayah.” “Kalau begitu ayah akan memukulmu!”

 

Jika dia tetap ingin melompat, Anda memukulnya. Seorang ayah memukul untuk kebaikan anaknya. Apakah keinginan Anda adalah untuk menyakitinya? Tujuan Anda adalah menyakitinya sedikit, sehingga dia terhindar dari bahaya yang lebih besar. Jika Anda menambahkan dan berkata “Tidak, tidak, ayah hanya berpura-pura.” Mungkin pertama kali dia menganggap Anda akan menghukumnya tapi ternyata Anda tidak menghukumnya. Mungkin dia tidak terselamatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun