Mohon tunggu...
Ester Meryana
Ester Meryana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Transportasita: LRT (Sepertinya) Lebih Baik daripada Busway

30 Agustus 2010   02:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:36 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, jalur transportasi kota Jakarta telah diwarnai oleh hadirnya busway yang beroperasi sejak 15 Januari 2004 (lihat www.transjakarta.co.id). Jalur busway yang awalnya hanya Blok M-Kota, kini telah berkembang menjadi delapan koridor (Lebak Bulus-Harmoni). Saat ini sedang ada rencana pengembangan dua jalur lagi, Pinang Ranti-Pluit (koridor 9) dan Cililitan-Tanjung Priuk (koridor 10). Pengembangan koridor memang telah dilakukan, namun keluhan cukup banyak dilontarkan masyarakat, termasuk saya. Sebagai pengguna busway, khususnya koridor 1, yang cukup frekuen, saya seringkali mengeluh mengenai kurangnya jumlah bus dan selang waktu yang lama dalam menunggu. Sehingga seringkali dijumpai antrian panjang bahkan penumpukan penumpang di beberapa halte. Sebut saja, halte Dukuh Atas 1 (bawah) dan 2 (atas), Tosari, Harmoni, dan lainnya. Itu hanya halte yang menjadi rute perjalanan saya, sehingga saya kurang tahu untuk kondisi halte lainnya. Sepenglihatan saya, penumpukan tersebut  karena jumlah busway untuk beberapa koridor sepertinya sedikit, dan jeda waktu kedatangan busway sepertinya tidak ada batasan tersendiri. Terkadang bisa 2 menit, 10 menit, hingga 30-40 menit. Penumpang pun bisa mandi keringat terlebih dahulu sebelum merasakan nikmatnya AC busway. Itupun kalau busway tidak penuh. Maklum, kondisi halte hanya dilengkapi dengan kipas, itupun rata-rata tidak berfungsi. Taruhlah kondisi AC di halte bukan menjadi hal yang besar, jika ketepatan waktu dan ketersediaan bus baik adanya. Penumpang pun tak perlu menunggu lama, karena perjalanan yang lebih singkat dengan menghindari kemacetan adalah tujuan dari diadakannya busway, bukan? Saya pernah mengetahui melalui sejumlah buku dan situs bahwa pada masa pemerintahan kolonial di Jakarta terdapat alat transportasi "trem." Seperti apa bentuk trem? Mungkin, Anda ingat bagaimana transportasi ini sering kita lihat dalam film yang ber-setting di kota San Fransisco. Transportasi ini masih eksis di kota tersebut. Menurut informasi yang saya dapatkan melalui sebuah blog (http://blog duniagus.blogspot.com/2008/07/kisah-kereta-trem-di-jakarta.html), trem ternyata dihapuskan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960-an. Alasannya trem tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan kota Jakarta. Bahkan, Soekarno mengusulkan membangun kereta api bawah tanah (mungkin sejenis MRT saat ini). [caption id="attachment_243604" align="aligncenter" width="300" caption="Trem pada masa pemerintahan kolonial di Jakarta (sumber: http://duniagus.blogspot.com/2008/07/kisah-kereta-trem-di-jakarta.html)"][/caption]

Trem sebenarnya berbeda dengan kereta api yang membutuhkan badan yang panjang (gerbong yang banyak). Menurut Wikipedia, trem atau bisa disebut dengan Light Rail Transit (LRT) biasanya terdiri dari dua gerbong saja. Bahkan disebutkan LRT dapat menampung sekitar 80.000 per jam , lebih banyak dibandingkan busway dengan 25.000 orang. Trem umumnya menggunakan listrik seperti halnya KRL. Namun, sekarang telah berkembang trem hybrid dengan kelebihan tanpa gas buang (emisi) bahkan tanpa BBM(http://rumahtegal.com/home/Latest/Ada-Trem-di-Superblok-Rasuna-Epicentrum.php). Lebih hemat dan ramah lingkungan, bukan? Bahkan, keberadaan trem/LRT di Jakarta akan kembali difungsikan. Berdasarkan situs www.skyscrapercity.com, pembangunan Rasuna Epicentrum memiliki rencana akan memasukkan penyediaan transportasi trem sebagai penghubung antar bangunan. Transportasi trem atau LRT umumnya memang mempunyai jadwal yang pasti layaknya kereta api. Kestabilan kecepatannya pun tentunya tidak seperti pedal gas dan rem yang diinjak oleh supir busway. Seringkali, kecepatan busway bisa melebihi kecepatan normal jika kondisi sedang kosong. Bahkan tidak jarang saya mengalami supir busway yang tidak enak dalam mengemudikan bus, dengan mengerem tiba-tiba dan menginjak gas dengan tidak stabil. Maka, tidak heran jika penumpang ada yang hampir terjatuh karena pergerakan bus yang agak ugal-ugalan. Hal-hal tersebutlah yang sepertinya bisa dijawab dengan trem atau LRT. Apalagi LRT tentunya akan mempunyai jalur tersendiri dengan infrastrukturnya, yang kemungkinan besar sulit dan pastinya berbahaya jika dilewati oleh kendaraan lain. Maka, penyerobotan jalur yang membuat masalah selama ini mungkin bisa teratasi. Pengemudi dan petugas pengaman pun (bisa) tetap dibutuhkan. 22:18 29/08/2010

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun