Mohon tunggu...
Embah Minton
Embah Minton Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Membaca, merenung, kemudian menulis ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setahun Jokowi Ma'ruf; Rindu Rujuknya "Cebong" dan "Kadrun"

25 Oktober 2020   22:39 Diperbarui: 25 Oktober 2020   22:43 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Download dari dok. Setneg

Ya, Sumpah Pemuda, peristiwa surprise, yang berlangsung pada tanggal 28 Oktober 1928. Kadang saya berpikir, setengah tidak percaya, dengan sarana minimal dan suasana yang tidak bersahabat kala itu, konggres pemuda se-Hindia Belanda bisa diselenggarakan.

Mereka, para pemuda itu berasal dari tempat yang berjauhan. Dari berbagai wilayah yang tersebar di kepulauan Nusantara, lengkap dengan beraneka ragam perbedaannya. Dalam kondisi sarana transportasi dan komunikasi yang masih sangat terbatas. Ditambah lagi, dalam suasana tekanan oleh penjajah Belanda.

Tetapi, semangat untuk mewujudkan negara Indonesia, telah menjadi perekat antar mereka, membuang jauh segala perbedaan. Kemudian terselenggara konggres Pemuda, yang  menelorkan sesuatu yang fenomenal, Sumpah Pemuda. Suatu penegasan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang tercermin dalam ikrar bersama yang berisi tiga komitmen. Bertanah air satu Indonesia; berbangsa satu bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.

Lantas, nilai-nilai apa yang bisa dipetik dari peristiwa Sumpah Pemuda itu guna diaplikasikan pada persoalan kekinian, yaitu ancaman keretakan bangsa?

Nilai-nilai berikut ini kiranya bisa diangkat, yaitu: keinginan kuat untuk bersatu; singkirkan ego kelompok; pupuk rasa kasih sayang; menggapai tujuan bersama; waspada ancaman terhadap persatuan.

Manakala kedua belah pihak yang berseberangan bersedia menghargai nilai-nilai tersebut. Kemudian masing-masing menurunkan intensitas emosinya. Maka, terbukalah kemungkinan dialog mencari titik temu, duduk bersama menyelesaikan masalah.

Dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul Pancasila; "Ideologi" Kasih Sayang, saya sindir mereka yang tidak mau rujuk berarti "bukan Pancasila".

Bagi para pemuda---sebagai pewaris negeri---hal ini amatlah penting. Supaya pekerjaan mereka pada masa mendatang tidak menjadi rumit. Ibarat menerima warisan baju yang compang camping, tentu malu memakainya. Maka, apakah tidak lebih baik dijahit dari sekarang, sehingga pada saatnya nyaman dikenakan.

Silakan torehkan tinta emas seperti yang dilakukan para pendahulu perintis kemerdekaan dengan karyanya yang menyejarah, ikrar yang kemudian dinamai Sumpah Pemuda itu. Kini, bisa saja dicetuskan Sumpah Cebong dan Kadrun 2020. Maaf, Sumpah Pemuda Milineal 2020.  

Begitu juga, bagi  Jokowi Ma'ruf tentu berkepentingan akan hal ini, demi mereka bisa menjalankan roda pemerintahan pada sisa masa jabatannya dengan  mulus.

Akhirnya, harapan saya tidak lama lagi Jokowi Ma'ruf bisa mendorong atau setidaknya memfasilitasi rujuknya Cebong dan Kadrun. Siapa tahu ini bisa menjadi pintu masuk ke arah rujuk nasional, rekonsiliasi nasional  atau apa kek namanya, yang penting saling memaafkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun