Mohon tunggu...
Embah Minton
Embah Minton Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Membaca, merenung, kemudian menulis ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengamalan Sila Pertama Pancasila: Mengasah Kecerdasan Spiritual

15 Oktober 2020   06:49 Diperbarui: 15 Oktober 2020   06:52 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pancasila merupakan sumber nilai moral, etika dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kadar nilai-nilai sila pertama dalam jiwa seseorang, sangat berpengaruh terhadap pengamalan nilai-nilai keempat sila yang lainnya.

Oleh sebab itu, penting kiranya memperhatikan bagaimana masyarakat mengaktualisasikan nilai-nilai sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini dalam kehidupannya.

Seandainya sudah ada alat untuk mengukur, sebut saja disini "kecerdasan spiritual", secara statistik dalam masyarakat, hasilnya tentulah bervariasi. Berupa angka-angka dari skala yang terendah hingga yang paling tinggi.

Sayang, alat ukur semacam ini belum ada. Adakah diantara pembaca yang tertarik untuk menciptakan? Kalau perlu masukan dari saya, silahkan saja. Tapi, kalau sudah berhasil, jangan lupa ya syukurannya …

Namun demikian, ketiadaan alat tidak menghalangi usaha untuk memahaminya, setidaknya secara kualitatif. Karena, kehadiran kecerdasan spiritual ini sesungguhnya tidaklah sulit dirasakan, terutama oleh yang bersangkutan sendiri. Atau, dalam bahasa agama, biasanya dinyatakan dengan ungkapkan:  "kualitas iman seseorang itu naik-turun adanya".

Omong-omong apa sih kecerdasan spiritual itu? Jawabannya, biar mantap, silahkan mencari sendiri dalam literatur, atau sederhananya, Anda bisa Googling. Disana akan dijumpai berjibun pengertian kecerdasan spiritual menurut pendapat para ahli.

Tapi, untuk sekedar keperluan ngobrol disini, saya mencoba memberikan pengertian sendiri yang simpel saja, tidak terlalu formal. Kecerdasan Spiritual adalah tingkat keterpautan jiwa seseorang dengan Tuhan, Sang Maha Pencipta. Keterpautan ini dirasakan sebagai cinta, rindu, takut, harap, pasrah, ikhlas, rela, dan yang lainnya.

Semua itu adalah sesuatu yang abstrak sifatnya. Tidak bisa dilihat, tetapi sangat nyata bagi yang bersangkutan. Barulah pada aktualisasinya nanti akan kelihatan dalam bentuknya berupa sesuatu yang positif dan kebaikan-kebaikan, bagi dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya.

Ilustrasi berikut ini menggambarkan bagaimana suatu perbuatan, betapapun remehnya pasti akan mendapatkan balasannya. Ganjaran maupun hukuman bisa diterima dalam waktu segera, atau lama, atau bahkan bisa lama sekali. Nanti di akhirat, setelah yang bersangkutan meninggal dunia.


Begini ceritanya ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun