Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Libatkan NU untuk Merusak NKRI

1 Desember 2020   09:00 Diperbarui: 1 Desember 2020   09:06 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kiai Achmad Siddiq dalam buku Islam, Pancasila, dan Ukhuwwah Islamiyyah: Wawancara dengan Rais Aam PBNU, KH. Achmad Siddiq (1985), mengatakan, bahwa Republik Indonesia adalah negara nasional yang wilayahnya dihuni oleh penduduk yang sebagian terbesar memeluk agama Islam. Dengan demikian, Republik Indonesia adalah bentuk upaya final seluruh nasion, teristimewa kaum Muslimin, untuk mendirikan negara di wilayah Nusantara.

Singkatnya, ada keterkaitan erat hubungan antara Islam, nasionalisme, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para ulama, dalam hal ini Nahdlatul Ulama (NU), berperan aktif dalam upaya ijtihad kesesuaian agama, kedaulatan negara, dan sikap nasionalisme atau cinta Tanah Air. Oleh karenanya, atas dasar pemahaman secara empiris tersebut, umat Islam---khususnya NU---tidak ada lagi persoalan hubungan agama dan negara.

Tidak heran NU menjadi garda terdepan sebagai antitesis para pengacau Islam dan NKRI, meski para perusak yang tak beradab itu berasal dari internal umat Islam, warga negara Indonesia, dan terutama dalam tubuh NU sendiri. Islam telah melebur menjadi senyawa dengan semangat patriotisme Pancasila menjadi model ukhuwwah dalam membangun persaudaraan sesama anak bangsa.

Pada dasawarsa terakhir ini, beberapa kelompok berusaha mengatasnamakan dan melibatkan NU dalam perhelatan sejumlah sektarian yang meresahkan. Bersamaan dengan itu, mereka pun kerap mengklaim keterlibatan para kiai NU dalam gerakan mereka dengan sengaja untuk menjadi pengacau NKRI secara keseluruhan.

Misalnya dulu sempat tersiar kabar adanya NU Garis Lurus (NU GL). Gerakan ini muncul dalam bentuk kekecewaan mendalam atas muktamar. Gerakan konservatif ini berupaya menyudutkan organisasi PBNU dengan tuduhan-tuduhan tak berdasar dan tidak dapat menunjukkan bukti kebenaran tuduhannya. Bahkan banyak kalangan dalam gerakan ini yang sama sekali bukan dari golongan Nahdliyin, seperti Buya Yahya.

Selain itu, NU Garis Lurus juga berusaha keras menjatuhkan kredibilitas NU melalui kata-kata mutiara KH. Hasyim Asyari yang diplesetkan sedemikian rupa untuk merusak nama besar NU, kemudian dibenturkan dengan negara agar memperoleh simpati kelompok-kelompok ultra-konservatif. 

Tapi pada akhirnya, gerakan ini pun mengempis dan tidak terlihat lagi batang hidungnya. Mereka tidak sadar bahwa NU didirikan oleh para waliyullah yang alim. Tidakkah merasa takut kualat? Di mana mayoritas Nahdliyin masih meyakini mitologi dan kosmologi atas doa para ulama terdahulu bagi NU, khususnya dan NKRI pada umumnya.

Yang teranyar, Prof. Rochmat Wahab, pentolan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), bersama Agus Solachul Aam (Gus Aam), membuat satu gerakan bernama Komite Khittah NU (KKNU) 1926. Organisasi ini tentu organisasi ilegal, mengingat organisasi legal hanya PBNU yang berada di Keramat Raya, Jakarta Pusat, berdasarkan hasil muktamar ke-33 di Jombang, Jawa Timur.

Gerakan dalam upaya penggembosan NU---NU GL, KKNU 1926---hanya merebut simpati kalangan nahdliyin untuk kepentingan kelompok tertentu. Gerakan ini pun terlihat kecenderungannya teramat politis. Membangun pasukan interes dengan elite politik. Upaya pemecahbelahan NU juga pernah dilakukan oleh Abu Hasan dan kawan-kawan saat zaman Orde Baru.

Organisasi yang dibentuk atas dasar kedengkian semacam itu memang biasanya tidak akan pernah bertahan lama. Organisasi yang tidak akan membawa manfaat dan maslahat apapun selain untuk nafsu syahwat gerakan politik. Tentu saja gerakan pengatasnamaan NU tersebut banyak mudharat dan mafsadat-nya bagi NU dan juga NKRI.

Tidak hanya itu, kelompok KKNU 1926 ini juga mencatut beberapa kalangan kiai dan habaib dari NU, tanpa izin langsung ke orangnya. Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, KHR Ach Azaim Ibrahimy membuat klarifikasi bahwa dirinya tidak termasuk dan tidak terlibat dalam struktur kepengurusan KKNU 1926. Cucu Kiai Asad itu tetap berpegang teguh pada gerakan khittah NU secara kultural, tidak dilembagakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun