Seiring dengan petunjuk realitas kekuatan agama yang terjadi di Jepang oleh Bellah, Alexis Tocqueville dalam bukunya Democracy in America, mengungkapkan bahwa agama bisa memegang peranan penting dan amat sentral dalam proses demokratisasi negara. Sumbangsih agama yang paling efektif adalah ketika organisasi keagamaan bergerak dari luar negara di wilayah yang disebut civil society.
Dengan begitu, sebagai orang beriman yang terlahir di Tanah Air ini, harus betul-betul menyadari subtansi dan makna agama Islam yang sesungguhnya, formalisasi syariat dan simbol keagamaan bukanlah suatu hal yang esensial dan mendasar. Yang lebih strategis dan prinsipil adalah agama harus selalu berperan sebagai pendorong kemajuan negara. Mencintai agama Islam berarti mencintai nasionalisme, mencintai rakyatnya, dan mencintai wilayahnya. Bentuk rasa cinta itu bisa kita implementasikan dari hal yang terkecil, mencegah dan mempersempit ruang pejuang khilafah yang akan mengganggu stabilitas nasional misalnya.
Menutup tulisan ini dengan satu pesandari ulama besar Arab, Al-Habib Ali Al-Jufri ketika berkunjung ke Indonesia,"Siapapun orang yang mengajak kalian untuk mendirikan khilafah, maka jangan kalian ikuti! Baik ia dari Arab, Turki, atau dari manapun. Mereka hanya ingin merebut kekuasaan dengan memanfaatkan ghirah dan kecintaan kalian kepada agama. Kami datang dari tanah yang sedang hancur dan terbakar oleh konflik." Untuk itu, kita sebagai Muslimin-muslimat Indonesia, tidak usah banyak beretorika ala khilafah HTI, spirit Islam dalam pengaruhnya pada sebuah negara dinilai begitu mendesak saat ini, dalam rangka mewujudkan visi negara menuju Indonesia emas Tahun 2045.