Mohon tunggu...
Elysa Dwi Putriani
Elysa Dwi Putriani Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswi D3 Akuntansi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Money

Kenaikan Tarif PPN 11%, Apakah Ekonomi Pulih?

20 Mei 2022   03:54 Diperbarui: 10 Juni 2022   09:17 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Mulai tanggal 1 April 2022 tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) resmi naik dari 10% menjadi 11%. Naiknya PPN ini berdasarkan dengan pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan Presiden Jokowi pada bulan Oktober 2021 dan nantinya menjadi 12% pada tahun 2025.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, kenaikan 1% dari PPN tidak terlalu berlebihan karena masih di bawah rata-rata PPN dunia yaitu 15%. 

Kenaikan PPN juga dibarengi dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas PKP Rp50 juta sampai dengan Rp 60 juta yang semula 15% menjadi 5%, pembebasan pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pelaku UMKM dengan omzet sampai Rp500 juta, dan fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1%, 2%, dan/atau 3%.

Di samping itu, tidak semua dikenakan atas PPN ini, Kemenkeu sudah memberikan fasilitas bebas PPN atau barang yang tidak dipungut PPN untuk beberapa barang dan jasa yang dibutuhkan pada kehidupan sehari-hari seperti sembako, jasa layanan kesehatan, jasa pendidikan, jasa keuangan dan tenaga kerja, listrik dibawa 6600 VA, air bersih, vaksin dan lainnya.

Pada masa pasca Covid-19 yang terjadi sekarang, mayarakat dan dunia berada pada pemulihan ekonomi, hal ini membuat Menteri Keuangan perlu mengkokohkan sistem perpajakan. 

Pajak merupakan sumber terbesar penerimaan negara yang dikumpulkan dan kembali lagi pada masyarakat. Pajak sendiri akan berdampak langsung untuk kita. Dengan meningkatnya penerimaan pajak, maka juga akan mendukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau (APBN).

Selain itu, kebijakan ini merupakan reformasi perpajakan dalam menjunjung keadilan, keberlanjutan dan mewujudkan sistem perpajakan yang lebih optimal. Membayar pajak bagi kelompok berpenghasilan tinggi atau yang mampu membayar sudah diperhitungkan untuk mengarahkan perekonomian negara menjadi lebih baik.

Sehingga, dengan adanya penyesuaian ini pemerintah sudah mempertimbangkan dampak negatif dan positif yang akan terjadi. Pemerintah pastinya akan terus merumuskan kebijakan yang akan mendukung pulihnya ekonomi di negara dengan seimbang dan adil.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun