Mohon tunggu...
Elysa Pasupati
Elysa Pasupati Mohon Tunggu... Administrasi - Perempuan bekerja, seorang istri, dan ibu bagi 2 princess yang lucu2

Just want to share from heart....:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nelayan Tua Pencari Kuda Laut

9 Desember 2019   22:50 Diperbarui: 9 Desember 2019   22:55 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pak Tua, itu sebutan untuknya yang memang dilihat dari penampilan fisiknya memang sudah tua. Rambut memutih, badan mulai bungkuk, dan kerutan sudah tampak dari wajah dan lehernya. Pak Japari nama aslinya, tapi tak seorang pun di desa itu yang ingat namanya, mereka terbiasa memanggilnya pak tua. Dia tinggal di desa nelayan kecil di bagian ujung timur selatan pulau Jawa, berbatasan  dengan hutan belantara. Saban petang dia mulai melaut untuk mencari tangkapan ikan. Uniknya pak tua itu hanya menangkap kuda laut saja, sudah 75 tahun dia menjadi nelayan pencari kuda laut. 

Dia tinggal sendiri di gubug reot di desa itu, istrinya sudah 25 tahun yang lalu meninggal, sedangkan anak laki-laki semata wayangya merantau ke ibu kota menjadi tukang parkir di salah satu pertokoan di sana, yang entah sudah berapa puluh tahun tidak pulang untuk berlebaran atau menjenguk keadaannya. Sudah sering anaknya membujuk supaya bapaknya pindah dan tinggal di Jakarta, tapi tetap saja pak tua tidak bergeming. Kecintaannya akan laut dan kuda laut selalu membuatnya tetap tinggal.

"Pak tua, pak tua...., apa hari ini kita melaut?" .Panggil wahyu, anak bajang berumur 14 tahun yang selalu ikut pak tua melaut

"Nanti kita lihat dulu, kalau cuaca seperti tiga hari yang lalu, yah... kita tidak jadi melaut". Jawab pak tua enteng

"Walah, sudah 6 hari tidak melaut...", ujar wahyu lirih

"Sabar, semua sudah di atur yang di atas..."nanti, lewat 10 hari  lagi pasti hasil tangkapan banyak"

"Walah...mugi wae pak tua...", wahyu ingat betul 10 hari lagi adalah tradisi upacara petik laut yang dirayakan meriah di desa tetangga mereka, pak tua tidak pernah meleset prediksinya, melaut setelah upacara petik laut memang sedikit memberi keuntungan.

Sudah 4 tahun wahyu ikut pak tua memancing dan menebar jala, dia adalah anak ke 11 dari seorang nelayan di desa yang sama dengan pak tua, dia anak yang paling bungsu dari 11 bersaudara dan sudah putus sekolah semenjak 2 tahun yang lalu, karena ketidak adaan biaya, padahal wahyu terkenal cukup pandai di kelasnya. Wahyu memutuskan ikut pak tua mencari ikan karena memang dia ingin belajar menjadi nelayan, suatu hari kelak dia pasti mengikuti jejak bapak dan kakak-kakaknya untuk menjadi nelayan. Sepertinya dia pasrah pada nasib dan menerima kenyataan dengan riang. Sejatinya pak tua sadar betul bahwa wahyu sering termenung dan masih merasa berat meninggalkan bangu sekolah. Selepas tamat SD dia tidak dapat melanjutkan kejenjang SMP.

Dalam tahun-tahun wahyu melaut dengan pak tua tidak jarang dan sering meraka pulang hanya membawa pulang beberapa ikan kakap dan kadang ikan layur, yang jumlahnya hanya cukup  untuk lauk mereka sehari-hari. Pak tua hanya memiliki 1 buah jaring lebar yang sudah dia tambal berkali-kali. Pernah suatu ketika wahyu bertanya kenapa pak tua kenapa pak tua hanya menangkap kuda laut bukan ikan seperti nelayan yang lain. Jawab pak tua dengan enteng, "sebab kuda laut bisa dibuat obat, bukan seperti ikan biasa yang hanya bisa dijadikan lauk makan". Entah benar atau salah wahyu mempercayai penjelasan pak tua hingga sekarang.

Setelah menunggu sekitar 2 jam sebelum subuh,tanda-tanda hari cukup cerah dan ombak laut cukup tenang. Pak tua dan wahyu mempersiapkan bekal untuk 1 hari melaut. Bekal makan berupa nasi dingin, ikan asin serta daun pakis rebus dibumbu kelapa parut, mereka bawa ke perahu sampan pak tua. Perahu sampan pak tua tidak bermesin dan di kayuh dengan dayung kayu sederhana, Dicat warna hijau dan merah yang cat nya sudah mengelupas  disana sini  hanya terlihat warna asli kayu kapal yang berwarna kecoklatan. Mereka mulai mendorong perahu sampan ke tengah laut bersama-sama.

"satu, dua, tiga...., satu, dua, tiga" mereka mendorong perahu dengan serempak , wahyu berteriak lantang untuk menyearahkan dorongan sampan dengan pak tua. Walau wahyu bertubuh ceking dan tinggi dia cukup piawai mengarahkan perahu ke arah laut, dan dapat mengimbangi pak tua yang sudah kawakan itu. Hari itu, kamis wage wahyu dan pak tua mulai melaut setelah 6 hari mereka tidak melaut. 3 jam pertama mereka melaut mereka tidak mendapatkan seekor ikan pun, begitu juga dengan 1 jam kemudian. dan 1 jam kemudian mereka hanya mendapatkan 2 buah ikan Kerapu berukuran sedang. Mereka berdua sedikit kecewa dan mulai mengarahkan kapal ke arah barat daya menuju kawasan terumbu karang atol dengan perairan dangkal lainnya. Kuda laut adalah satwa ikan yang unik yang berhabitat di perairan dangkal kurang dari 20 M, mereka memakan larva dan udang kecil-kecil.

Matahari telah tinggi di atas langit rasanya mata pak tua sangat sakit untuk menengadah dan menebar jala. Entah kenapa dia selalu merasa sakit yang sangat ketika harus bertatapan dengan matahari, matanya mulai berair banyak. Tangannya yang keriput mulai mengusapi air mata yang mengalir turun, sepintas dia nampak seperti anak kecil yang habis menangis karena diacuhkan oleh temannya. Wahyu yang sedari tadi melihat merasa kikuk dan tidak enak, melengoskan mukanya kearah lain. Dan tiba-tiba saja dia melihat sekelebat sepasang kuda laut berwarna kuning yang bergandengan ekornya berenang menuju belitan padang lamun, sontak dia memanggil pak tua lantang.

"Pak Tua...pak tua, lihat ada kuda laut"

Kemudian dengan sigap pak tua mengarahkan jaring kearah yang ditunjuk wahyu. Kuda laut adalah jenis ikan yang tidak bisa berenang, hal tersebut disebabkan bentuk tubuhnya yang vertikal, sehingga gerakannya terkesan kaku dan lambat. Dengan sekali tebar pak tua berhasil mendapatkan sepasang kuda laut itu. Kuda laut juga terkenal dengan hewan yang setia, apabila si jantan kehilangan betinanya dia akan sulit untuk mendapatkan penggantinya. Waktu terus berlalu pak tua dan wahyu menebar jala kearah padang lamun dan terumbu karang mencari kuda laut, sampai larut dari matahari tenggelam mereka berhasil cuma menangkap 6 ekor kuda laut. Telah lebih dari 12 jam mereka melaut, mendapat 6 ekor adalah karunia yang tidak terkira. Satu ekor kuda laut dihargai Rp.5000-Rp.7000, dijual kepada pengepul di desa tetangga.Mereka berdua kembali pulang ke gubugnya dengan hati lega dan enteng.

Hari berikutnya pak tua tidak dapat melaut karena asmanya kambuh...

Begitu juga hari setelahnya...

Dan hari setelahnya...

Wahyu dibuat cemas dan bolak-balik menengoknya, sambil memastikan keadaan dia juga memastikan pak tua dapat kiriman nasi pete bikinan emaknya.

Sebelum subuh setelah hari ketiga mereka sudah melaut, dan kembali pulang saat bulan menggantung cukup tinggi di langit 12 ekor kuda laut di dapatkan. Dan esoknya paktua dan wahyu mulai mengeringkan kuda-kuda laut itu di bawah terik matahari seperti yang sudah-sudah. Setelah kering kemudian dijualnya pada pengepul di desa tetangga. 

Dan seterusnya begitu terus berulang, mereka berdua kalau sedang tidak melaut karena asma pak tua kambuh atau cuaca buruk, mereka duduk dalam rumah dekat tungku dan minum teh tanpa gula sambil bercerita cerita tentang pengalaman pak tua melaut. Tentang laut nan cantik misterius, tentang kuda-kuda laut yang aneh dan semakin susah di dapat, dan cerita tentang apa saja, mereka berdua tidak memiliki mimpi, mereka hanya menjalani hari demi hari dengan apa adanya dan kesederhanaan.

Denpasar

23.49 WITA

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun