Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mengalir dan Kritis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

It won’t always be easy, but always try to do what’s right.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menolak Lupa Omnibus Law

22 April 2021   19:02 Diperbarui: 22 April 2021   22:03 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

O\leh : Elvirida Lady Angel Purba

Pada hari Senin 5 Oktober 2020 lalu, telah disahkan Omnisbus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Disahkan pada Rapat Paripurna ke-7 pada masa persidangan 2020-2021.  Omnisbus Law adalah suatu rancangan Undang-Undang (bill) yang mencangkup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu Undang-Undang. (Audrey O Brien, 2009).

Dalam pengesahan Omnibus Law ini menjadi kontroversi dan mengundang kritikan dari berbagai kalangan masyarakat terkhusus Buruh atau Pekerja.  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menggunakan keduanya (buruh/pekerja). Dalam Pasal 1 disebutkan, "Pekerja/buruh adalah setiap orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun".

Berdasarkan Undang-Undang yang beredar, RUU Omnibus Law Cipta Kerja rencananya telah disahkan pada 5 Oktober 2020 yang lalu, mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Apa yang sebenarnya isi Omnibus Law yang menjadi pertentangan di masyarakat?

Dalam pidato sidang Paripurna MPR dalam rangka pelantikan Presiden dan Wapres terpilih periode 2019-2024 itu, Presiden Joko Widodo mengajak DPR untuk menerbitkan 2 Undang-Undang besar yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU pemberdayaan UMKM yang akan menjadi Omnibus Law "Satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU," ujar Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2019 di Jakarta.

Dalam konteks Omnibus Law RUU Cipta Kerja, maka dapat diartikan sebagai bentuk "satu undang-undang yang mengatur banyak hal", yang mana ada 79 UU dengan 1.244 pasal yang akan dirampingkan ke dalam 15 bab dan 174 pasal dan menyasar 11 klaster di undang-undang yang baru. Adapun, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencangkup 11 klaster, yakni:

  • Penyederhanaan Perizinan
  • Persyaratan Investasi
  • Ketenagakerjaan
  • Kemudahan, Perberdayaan dan Perlindungan UMKM
  • Kemudahan Berusaha
  • Dukungan Riset dan Inovasi
  • Administrasi Pemerintahan
  • Pengenaan Sanksi
  • Pengendalian Lahan
  • Investasi dan Proyek Pemerintah
  • Kawasan Ekonomi Khusus

Dari sekian banyak pasal-pasal yang di perdebatkan banyak pihak dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja, yang paling menonjol dan dianggap bertentangan adalah mengenai ketenagakerjaan.. Pasal-pasal dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan banyak yang diadakan perubahan dan bahkan dihapus (Ini dilihat dari Draft UU Final, Sidang Paripurnadengan versi 905 halaman).

Mulai dari Pasal yang mengatur Hak pekerja, waktu istirahat (pendek dan panjang) dan cuti. Pengubahan beberapa ketentuan mengenai ketenagakerjaan untuk meningkatkan investasi dalam negeri, salah satunya jam lembur yang jauh lebih lama. Dalam pasal tersebut disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak empat jam dalam satu hari dan 18 jam dalam satu minggu.

Pemerintah melonggarkan aturan bagi pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pekerja/buruh. Artinya, Omnibus law bisa saja membuat pengusaha melakukan PHK secara sewenang-wenang mengingat prinsip RUU Cipta Kerja easy firing dan easy hiring dengan dalih memudahkan masuknya investasi dan pesangon, Tenaga Kerja Asing (TKA), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau yang kita kenal juga dengan kontrak kerja, sistem upah tenaga kerja, dan ada juga yang sampai menganalisis kepada dampak lingkungan atas semua pasal-pasal yang dinilai merugikan banyak pihak.

Merujuk aturan terkait, ada empat jenis pekerja yang berhak mendapat THR. Yang pertama tentunya pekerja yang punya kontrak dengan perusahaan. Baik dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Kalau kalian baru saja bekerja di sebuah perusahaan, kamu tetap dapat jatah kok. Asal kamu sudah bekerja minimal 1 bulan secara terus menerus.

Kalau sudah kena PHK gimana? Tenang, kamu juga bakal diberi THR. Asalkan, kamu merupakan pekerja dengan PKWTT dan PHK diberikan terhitung 30 hari sebelum Lebaran. Waduh, saya baru saja dipindah ke perusahaan lain nih. Kan hitungannya masih baru tuh, apa masih bisa dapat THR ya? Bisa dong. Asalkan masa kerjamu terhitung masih berlanjut dari perusahaan sebelumnya dan kamu belum dapat THR. Kalau sudah dapat jatah dari perusahaan sebelumnya ya enggak boleh minta lagi. Rakus itu namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun