Mohon tunggu...
Elvira Sundari
Elvira Sundari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa (S1) Sastra Arab Universitas Gadjah Mada

Sapere Aude!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keteladanan Kartini: Subversi Konstruksi Pengetahuan Poskolonial

21 April 2021   07:08 Diperbarui: 21 April 2021   07:26 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kartini. Sumber gambar: https://www.freepik.com/

Raden Adjeng Kartini (RA) Kartini merupakan seorang Guru, Feminis, dan Pahlawan Nasional Indonesia yang juga kita kenal dengan sebutan "Raden Ayu Kartini". Ia lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879. Dan hari ini, hari lahirnya tengah diperingati sebagai Hari Kartini atas perjuangan emansipasi wanita di bidang Pendidikan dan dalam hak-hak kesetaraan gender lainnya.

Walaupun berasal dari golongan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, Kartini tidak pernah menggunakan predikat kebangsawanannya untuk memenuhi kepentingan pribadi apalagi sampai merugikan orang lain. Ia bahkan dikenal sebagai pribadi yang cerdas, sederhana, pantang menyerah, berani, optimis, perhatian dan mengasihi sesama.

Dalam konteks poskolonialisme, sebagai perempuan dari kelompok bangsawan, Kartini menjadi salah satu bukti dari keberhasilan subversif dan resistensi oriental (timur) dalam melawan oksidental (barat). 

Sebagai gender minoritas, Kartini yang berasal dari kelompok yang dikategorisasi oleh beberapa pihak sebagai subaltern pada era kolonialisme, berhasil melawan pengetahuan oksidental yang mendominasi diskursus dalam ruang ambivalen kolonialisme. Selain itu, Ia dapat membuktikan kompetensi dan kemampuan resistensinya sebagai perempuan.

Kultur patriarkal dan seksisme yang mendiskriminasi perempuan menciptakan ketimpangan relasi kuasa berbasis gender kala itu. 

Berbagai pembatasan kontribusi perempuan, subjugasi otoritas, dan objektifikasi perempuan memanglah sangat mengakar kuat pada era kolonial, hal ini dibuktikan dari masifnya penggunaan terma "wanita" yang bermakna "wani di tata" untuk mendiskreditkan posisi resistensinya (Jati, 2015)

Pengetahuan di era kolonialisme memang menunjukan tatanan masyarakat yang didominasi pengaruh kelompok oksidental. 

Fanon et al., (1952) bahkan memaparkan bahwa kolonialisme dan diferensiasi ras digunakan sebagai ajang internalisasi nilai-nilai inferioritas oriental melalui doktrin yang diakomodasi dalam pendidikan kolonial. Oleh karena itu, Kartini melakukan mimikri dari strategi oksidental dalam mengkonstruksi pengetahuan dan mengkontestasikannya (Bhabha, 1994).

Secara progresif, Kartini telah mengutilisasi pendidikan sebagai aspek penting untuk membangun kemajuan bangsanya. Bukan hanya pendidikan kognitif, melainkan pendidikan spiritual yang selaras dengan kultur masyarakat bumiputera pun turut diperhatikan. 

Perpaduan gagasan sosiologis dan filosofis yang tidak diprivatisasi dan terbuka aksesnya bagi seluruh kelompok masyarakat dari berbagai kelas sosial sangatlah berdampak dan menyejahterakan banyak anak bangsa, khususnya perempuan.

Kartini, sebagai individu dari kelompok subaltern-seperti minoritas gender, salah satunya perempuan-yang kala itu tidak memiliki kemampuan setara dalam mengartikulasikan dirinya, telah membuktikan resistensinya diperlukan dan membawa perubahan untuk mengintervensi diskursus dan mengonstruksi pengetahuan yang lebih inklusif. 

Dengan merefleksikan keteladanan dan perjuangan Kartini kembali, kita dapat mengetahui dan menyadari urgensi untuk berpikir secara independen yang mengedepankan perspektif holistik, agar mampu bersikap lebih inklusif dan fasilitatif pada kelompok subaltern. 

Dan yang terpenting adalah dampak yang diberikan bukan hanya bagi komunitasnya, tetapi bagi komunitas lain demi mewujudkan masyarakat yang lebih setara dan terintegrasi dalam kemajemukan.

Nilai-nilai keteladanan dari Kartini sebagai pahlawan merupakan bukti fisik dari keberhasilan resistensi perempuan yang harus direfleksikan dalam kehidupan generasi muda sekarang. 

Tugas kita sebagai generasi muda bukan hanya menerima pendidikan dan doktrin-doktrin oksidental secara mentah-mentah, melainkan mempertanyakan kembali validitas dan kesesuaiannya pada kondisi dan kebutuhan masyarakat kita secara inklusif dan kritis.

Dengan begitu, perkembangan pendidikan maupun aspek lain di Indonesia diharapkan bisa terus melejit bersaing dengan negara-negara maju dengan tetap melestarikan budaya yang berkesusaian dengan norma masyarakat kita. Menjadi pribadi solutif, kritis dan mementingkan kesejahteraan bersama seperti Raden Ayu Kartini merupakan nilai positif yang patut kita contoh dan teladani. 

Selamat Hari Kartini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun