Mohon tunggu...
Elvira Puspita Dewi
Elvira Puspita Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Ekonomi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi Covid-19, Bagaimana Inflasi dan Pengangguran?

14 Januari 2021   09:51 Diperbarui: 14 Januari 2021   10:05 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di masa pandemi covid-19 ini, tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi aktivitas perekonomian juga terkena imbasnya. Pemerintah sudah mengupayakan agar menyebaran Covid-19 tidak meluas dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dengan PSBB membuat perekonomian menjadi tidak stabil, produksi terhambat dan permintaan menurun karena aktivitas masyarakat di luar rumah masih dibatasi, sehingga daya beli masyarakat menurun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan atau inflasi sebesar 0,28 persen secara bulanan (month to month / mtm) pada November 2020. Angka inflasi tersebut lebih tinggi dari Oktober 2020 yang sebesar 0,07 persen. Catatan ini juga lebih tinggi dari November 2019 yang mengalami inflasi sebesar 0,14 persen.

Sementara itu, secara tahun berjalan (year to date/ ytd) terjadi inflasi sebesar 1,23 persen. Sedangkan secara tahunan (year on year/ yoy) dibandingkan November 2019, inflasi mencapai 1,59 persen pada November 2020.

Inflasi 2020 rendah dibandingkan tahun 2019. Laju inflasi tahun 2019 sebesar 2,72 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Desember 2020 sebesar 0,45 persen. Sementara untuk inflasi tahun kalender 2020 (Desember 2020 terhadap Desember 2019) sebesar 1,68 persen. 

Inflasi harus dijaga agar tidak terlalu rendah. Kebijakan pengendalian inflasi sebaiknya di arahkan dengan mencari titik keseimbangan untuk memberikan dorongan bagi produsen agar tetap berproduksi.

Beberapa upaya dan kebijakan pemerintah telah dilakukan untuk pengendalian inflasi. Pertama, kebijakan pengendalian inflasi tidak hanya fokus pada upaya-upaya pengendalian harga, tetapi diarahkan untuk memastikan terjaganya daya beli masyarakat melalui penguatan perlindungan sosial dan dukungan terhadap sektor UMKM. Kedua, pemerintah mempercepat realisasi APBD terutama belanja bantuan sosial dan belanja modal yang mendukung pemulihan ekonomi termasuk untuk sektor UMKM.

Ketiga, pembelanjaan pemerintah harus mengutamakan penyerapan produk dalam negeri baik produk pertanian maupun produk UMKM. Dengan menarik daya beli masyarakat melalui produk dalam negeri dapat membantu produk UMKM untuk bertahan pada masa Covid-19 ini.  

Inflasi yang rendah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang seperti keberhasilan pemerintah dalam mengontrol harga dan terjadi penurunan daya beli masyarakat yang rendah. Dalam kondisi ini berarti daya beli masyarakat yang berkurang karena pendapatannya berkurang sehingga masyarakat lebih cenderung untuk menyimpan uangnya.

Selain itu, dilihat dari segi masyarakat, masyarakat menengah kebawah umumnya ingin berbelanja tetapi daya beli masyarakat masih terbatas serta keterbatasan pendapatan sehingga pemerintah memberikan bantuan sosial untuk menaikkan konsumsi rumah tangga. Sedangkan masyarakat menengah keatas umumnya mempunyai penghasilan tetapi menahan laju konsumsinya dan lebih memilih menginvestasikan kekayaannya di simpanan berjangka. Sehingga pemerintah mendorong daya beli masyarakat dengan penjualan online.

Inflasi biasanya didorong oleh permintaan masyarakat, daya beli masyarakat masih belum pulih dan masyarakat lebih cenderung menyimpan uangnya dibandingkan untuk berbelanja. Sementara itu, perekonomian tumbuh pada konsumsi masyarakat dan untuk menyelamatkan perekonomian pada resesi, pemerintah dan bank sentral sudah menetapkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, mulai dari penurunan suku bunga BI rate, menurunkan Rasio Giro Wajib (GWN) rupiah dan valuta asing di bank umum, dan memperluas transaksi bagi investor asing.

Untuk meningkatkan daya beli masyarakat pada pandemi Covid-19 ini dapat menggunakan E-commerce karena banyak masyarakat yang tidak berani keluar rumah. Selain itu, penerapan PSBB dan lockdown membuat toko mengubah jam operasionalnya dan beralih ke penjualan online, bahkan ada yang menghentikan kegiatan usahanya secara total.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun