Seni memang tak terbatas, apalagi sudut pandang dalam memaknai seni, tentu lebih luas lagi. Setiap orang berhak memaknai seni sesuai dengan sudut pandangnya, semua orang berhak membentuk seni sesuai dengan minatnya, seni tak terbatas oleh apapun karena seni itu universal dan netral.
Saat terjadi perselisihan mengenai pandangan dalam menafsiri seni, seyogyanya di telaah kembali bagaimana seni itu di tuturkan, bagaimana seni itu disajikan, ataupun bagaimana seni itu dipamerkan, baik dari latar belakang lahirnya sebuah karya seni dan tujuan di munculkannya karya seni tersebut, sangat banyak faktor yang bisa digunakan sebagai alat untuk menganalisa suatu karya seni, hingga tak jarang suatu karya seni menimbulkan sebuah perdebatan.
Seni ibarat air, seni ibarat angin, seni ibarat manusia, seni ibarat alam semesta, seni menggambarkan semua dan seni mencakup semua, seni mampu mewakili ungkapan hati, seni pula yang mampu menggambarkan bagaimana kekuatan tuhan mengendalikan semesta, seni pula yang meskipun sedikit saja namun mampu mendeskripsikan keagungan sang pencipta, seni yang mengantarkan kemajuan zaman, seni pula yang sekiranya mampu untuk menjadi pengantar menuju kehancuran zaman, begitulah gambaran luasnya cakupan seni
Lalu, patutkah seni di plot untuk menjadi sebuah kebenaran?, atau layakkah seni di tuduh sebagai sebuah kesalahan?, jika seseorang melihat seni hanya sebagai sebuah barang maka seseorang itu hanya akan mendapatkan apa yang nampak tanpa mendapatkan esensinya, jika seseorang menilik seni dari inti sarinya, maka begitulah cara agar merasakan seni yang sesunguhnya, tak akan ada ukuran pasti untuk benar benar mengidentifikasi arah dari seni, saat seseorang menganggap salah  sebuah seni, namun pasti ada juga orang lain akan membenarkan hal yang dikira salah tersebut. Akan terus berputar putar saling berganti mengisi formasi.
Suatu gambaran saat seorang yang tak melihat dari sudut pandang seni, maka apa yang terlihat hanya sebatas apa yang dilihat saja, dan itu hak mereka, tak ada yang bisa memastikan seseorang untuk menggunakan seni.
Saat seseorang melihat sebuah karya seni tanpa mengerti esensi dari seni maka akan serba rancu, apalagi saat seseorang hanya berpatokan pada satu hal saja untuk menilai sesuatu dan mengganggap satu hal tersebut sebagai sebuah kebenaran mutlak. Bagai orang buta yang menilai sebuah gajah yang besar, dan orang buta itu berteriak meyakini apa yang di ketahuinya sebagai sebuah kepastian, apalagi jika dijadikan panutan untuk yang lainnya, padahal hanya satu sisi saja namun dikira telah mengetahui seluruhnya. Memang sangat kompleks saat menjadikan seni yang berjajar beriringan dengan keyakinan, maka dari itu tidak heran jika sering terjadi perselisihan karena hal tersebut.
Bukan memaksa orang lain untuk mengerti seni, dan tak pula memaksa orang lain untuk menghendaki berfikir tentang seni, namun seyogyanya tak melupakan sudut pandang dari berbagai sisi seandainya terjadi sebuah interupsi.
Saat kesenjangan arti jadi permasalahan bagai menuduh namun tak kuat bukti, bagai mendakwa orang yang hanya berprasangka saja lalu menghakiminya tanpa tau kebenarannya. Saat orang berekspresi lalu jadi sebuah bentuk karya yang akhirnya menimbulkan rasa apakah bisa hal itu di dakwa?. Sudah sebuah kewajaran saat sebuah karya memancing rasa karna memang fungsinya sebagai ungkapan jiwa. namun jika rasa itu tak bisa diterima oleh yang lainnya bagaimana kelanjutannya?. Akan muncul kerancuan apabila sebuah seni di campur adukkan dengan keyakinan ataupun hukum sosial.
Beberapa hari kebelakangan ini dunia maya sempat digegerkan oleh puisi Ibu Indonesia karangan Sukmawati, puisi yang menurut beberapa orang melecehkan agama islam sehingga banyak terjadi kontra hingga membuat bu Sukmawati diam tak berdaya, lalu apakah benar apa yang digembor-gemborkan adalah makna sesungguhnya dari puisi tersebut?
Seperti yang saya jabarkan diatas bahwa puisi tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi apalagi lalu mempublikasikannya, sok merasa bahwa inilah arti yang benar.
Masih ingat lagu Iwan Fals yang berjudul " Berita kepada kawan" ada lirik " Mungkin tuhan mulai bosan melihat tingkah kita" juga pernah menjadi kontroversi, alasannya adalah karena kebanyakan orang menelan seni bulat-bulat sudah jadi barang tentu bahwa manusia mengambil kesimpulan hanya dari apa yang terlihat saja tanpa mau menilik lebih dalam lagi.