Mohon tunggu...
ELVI HIDA
ELVI HIDA Mohon Tunggu... Freelancer - Dewa Hades

Do what you expect to do

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hyper Parenting "Pembunuh Tak Kasat Mata"

26 Februari 2018   06:25 Diperbarui: 26 Februari 2018   08:47 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenai konsep tabularasa yang menyatakan bahwa pada saat lahir  manusia hanyalah seperti kertas kosong, yang mana kertas itu diisi oleh  pengetahuan seiring dengan pengalaman hidup yang didapat. Sedangkan,  pada surat albaqarah ayat 30 menerangkan bahwa tugas manusia ialah  menjadi khalifah dimuka bumi ini.

Tiap manusia tercipta berbeda  dan unik, namun belum semua orangtua memahami arti "unik". Tiap hal di  dunia memiliki warna yang berbeda-beda, karena perbedaan merupakan  keniscayaan, dan perbedaan merupakan keindahan. tapi mengapa masih harus  ada yang seenaknya menyamakan. 

Apa yang di sebut dengan  persamaan sungguh tak terbantahkan jika memang banyak tuntutan untuk  menjadi sama, sama seperti mereka. Padahal semua manusia punya potensi  sendiri-sendiri, itu cara mereka itu jalan mereka, tapi mengapa banyak  anak yang harus sama. 

Memang benar siapa yang tak berharap  anaknya akan lahir cantik, pandai, mempunyai kehidupan yang damang dan  sejahtera? Semua orangtua pasti. Namun permasalahnnya kadang orangtua  memiliki tolak ukur "pandai" yang berbeda, dan tidak semua tolak ukur  "pandai" pada orangtua adalah kepandaian yang dimiliki anak itu. Jadi  seringkali terjadi kasus anak terkena tekanan mental atas  doktrin-doktrin orangtuanya sendiri.  Seharusnya sebagai orangtua,  mereka bisa memahami potensi anaknya, tinggal menunjukkan jalan yang  harus dilewati agar potensi anak bisa berguna secara maksimal, bukan  dengan membangun jalan baru dengan alasan "inilah jalan yang seharusnya  kamu lewati".

Sebagai contoh kasus: Ada anak punya bakat dibidang  kesenian, sedangkan orangtuanya akademisi, dan setiap penghargaan yang  didapat dari bidang kesenian hanya dianggap sampah oleh orangtuanya,  penghargaan yang berharga adalah jika anak bisa memenangkan kontes  debat, jika anak memenangkan lomba olimpiade.

Sebagai orangtua  seringkali kita memikirkan apa yang terbaik untuk anak, namun tidak  memikirkan apa yang anak inginkan, inilah yang disebut hyper parenting.  Ada 3 kemungkinan mengapa orangtua memilih pola asuh demikian 1. karena  memang begitulah didikannya dari kecil, 2. Orangtua gagal dalam  karirnya dan menginginkan anaknya melanjutkan keinginannya, 3. Orangtua  tidak puas dengan apa yang anak dapatkan. Sehingga tekanan-tekanan  mental yang diterima tidak diketahui oleh orangtuanya, karena menurut  mereka itu adalah hal yang wajar, apalagi bila anaknya enggan untuk  curhat dan orangtuanya yang masa bodo atau sibuk dengan pekerjannya.

Tekanan-tekanan  mental yang telah menumpuk ini akan menyebabkan beberapa masalah, mulai  dari yang terendah yakni stress, gangguan keceman dan akhirnya depresi.

Memang  bisa dikatakan bukan hanya tekanan mental yang menyebabkan ketiga  permasalahan psikologi diatas, namun tekanan mental merupakan salah satu  penyebab terbesar menurut WHO.

Seperti yang kita ketahui, pada  saat stress, orang akan mengalami kelabilan yang sangat dahsyat, mudah  tersinggung, dan yang paling parah adalah penggunaan narkotika dan  minuman berakohol, sebenarnya cara utama untuk menghadapi stress  sangatlah mudah, yakni dengan mencari akar permasalahan dan  memecahkannya.

Jika stress tidak ditangani maka akan berlanjut ke  gangguan kecemasan, yakni seorang anak akan terus merasa cemas dan tak  akan pernah tenang, tidak lagi mempunyai rasa percaya diri, dan selalu  merasa diintimidasi, apabila saat stress telah menggunakan obat-batan  maka pada tahap ini sudah menjadi kecanduan. Cara menangani yang paling  ampuh adalah dengan melakukan relaksasi.

Jika gangguan kecemasan  masih belum diketahuioleh orang lain maka akan berdampak pada depresi,  pada saat depresipasti orang cenderung menjadi penendiridan selalu  merasa tersakiti, jika sudah seperti ini pasti dia akan menyakiti  dirinya sendiri entah dengan cara apa, namun kebanyakan engan mengiris  bagian tubuhnya dan melakukan percobaan bunuh diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun