Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dear Bapak Wali Kota Jambi, Kami Menyesal Ikut Rapid Test

27 Mei 2020   04:47 Diperbarui: 27 Mei 2020   12:54 8430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasien karantina Graha Lansia protes soal hasil swab yang tidak kunjung diumumkan./foto : Elvidayanty.

"Tadinya, cuma saya yang ikut rapid test di pasar. Gara-gara hasilnya reaktif, keluarga di rumah harus ikut rapid test juga. Anak saya jadi ikutan dikarantina gara-gara hasilnya reaktif juga. Padahal dia baru saja dapat pekerjaan, gara-gara dikarantina dia kehilangan pekerjaan. Saya nyesal ikut rapid test." Sambil melakukan protes ke petugas karantina Graha Lansia Kota Jambi, T (inisial) mengungkapkan kegundahannya. 

Hingga hari kesepuluh, belum juga ada kabar kapan hasil pengambilan sampel swab 10 pasien di karantina Graha Lansia diumumkan. 

RT (inisial) juga menyesal ikut rapid test. Karena dikarantina, ia harus melewati Hari Lebaran tanpa keluarga. 

"Suamiku bilang, makanya...lain kali kerja ya kerja aja, dak usah ikut-ikutan orang lain". 

Lain lagi dengan DS (inisial), ia sedih karena setiap hari anak-anaknya bertanya lewat video call, kapan ia pulang. Bahkan, sampai lebaran pun dia tidak bisa berkumpul dengan angggota keluarga. 

Beberapa pasien karantina mulai mengancam akan melakukan tindakan anarkis jika hasil swab tidak keluar juga hari ini (Selasa 26 Mei 2020). Mereka merasa diperlakukan tidak adil karena 14 pasien sebelumnya sudah dibolehkan langsung pulang pada hari Jumat, 22 Mei 2020. 

"Masuk karantina barengan, kenapa ada yang keluar duluan, ada yang tinggal?" Begitu omelan para pasien yang protes.

Saya juga menyesal. Andai saja saya tahu saya bakal dipenjara selama lebih dari 10 hari, saya tidak akan mau mengikuti rapid test. Mulai dari tempat karantina yang tidak representatif, tidak aman, kesulitan tidur karena suhu kamar yang panas, ditambah pula kasur tua yang per-nya menusuk-nusuk punggung saya dan menyebabkan rasa nyeri, membuat saya tidak bisa tidur.

Selama dikarantina, hanya dua kali petugas mengukur suhu tubuh pasien. Selebihnya, saya hanya melihat mereka lebih banyak di dalam ruangan khusus untuk mereka. 

Hikmah dari masa karantina ini buat saya adalah, saya jadi rajin menulis di Kompasiana. Akun yang sebenarnya sudah lama saya buat, tapi tak kunjung saya isi tulisan. 

Ruangan khusus petugas karantina di Graha Lansia./foto : Elvidayanty.
Ruangan khusus petugas karantina di Graha Lansia./foto : Elvidayanty.
Hingga pukul 18.00 WIB tidak ada juga kabar soal hasil swab. Berarti, akan ada hari kesebelas di karantina Graha Lansiaini. Semua pasien makin gelisah. Ada yang teriak, "balik....balik.!" Petugas hanya menjawab, hasilnya memang belum dikirim.

Rindu pada rumah, kasur yang empuk, bantal dan guling, serta kucing kesayangan, sudah sulit dibendung. Malam itu saya sudah tidak selera makan, nasi kotak jatah makan malam saya biarkan begitu saja di atas rak buku. 

Pukul 19.30 WIB, usai mengaji saya dengar suara dari ruangan khusus petugas karantina. Dengan menggunakan pengeras suara, petugas mengumumkan hasil pengambilan sample swab pasien karantina yang tersisa. 

Semua bersorak gembira ketika mengetahui hasil swab seluruh pasien negatif. 

Tapi, petugas masih meminta pasien karantina untuk bersabar dan tetap tinggal di tempat karantina hingga pengambilan sample swab kedua dilakukan. 

Mendengar itu, saya cuma bisa bilang, "ada yang bisa diajak berantem, nggak?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun