Mohon tunggu...
Elvetta NurNazhirah
Elvetta NurNazhirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Konflik Kerja Keluarga dan Kesejahteraan Keluarga pada Keluarga yang Memiliki Anak Balita di Pedesaan

17 Mei 2023   22:37 Diperbarui: 17 Mei 2023   22:54 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata Kunci : Kesejahteraan, keharmonisan, faktor


Konflik Keluarga
Keharmonisan dalam keluarga akan terganggu apabila seorang anak memiliki tumbuh kembang, perkembangan mental dan karakter yang terhambat oleh berbagai faktor (Salman et al. 2021). Apabila dalam keluarga sering terjadi konflik maka akan berdampak seperti
kesalahpahaman hingga berujung pada sebuah perceraian, beberapa faktor yang menjadi penyebab konflik diantaranya masalah komunikasi, ketidakcocokan, perubahan nilai dan gaya hidup, dan perselingkuhan. Kepuasan diri dalam pernikahan dan penurunan toleransi juga menjadi faktor yang mendominasi dalam penyebab perceraian. Sebagaimana dijelaskan bahwa ada faktor moral yang terdapat pada kasus perceraian sebagaimana data pada tahun 2015 dan 2016 di Pengadilan Agama Jakarta bahwa poligami yang tidak sehat, krisis akhlak dan cemburu menjadi faktor dalam angka perceraian. Selain itu krisis akhlak dan faktor ekonomi menjadi faktor yang mendominasi penyebab perceraian antara pasangan sebanyak 236 kasus (Amalia et al. 2017). Konflik keluarga pedesaan yang sering muncul adalah masalah ekonomi. Sedikitnya pendapatan yang diperoleh tidak sebanding dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan hidup. 

Banyak dari mereka yang memiliki kualitas pendidikan rendah, sehingga menyebabkan kesulitan mendapat kehidupan yang lebih maju di masa depan. Selain itu, mengurus anak juga menjadi salah satu faktor keharmonisan rumah tangga. Beberapa keluarga memiliki masalah dalam mengurus anak dan pengarahan moral, dimana moral yang belum sepenuhnya terbentuk ini mendapat pendampingan dan pengarahan yang baik dari orang tua guna perkembangan sikap dan sifat yang baik. Umumnya, sang anak terkadang mengalami ketidakstabilan emosional dan sulit dikendalikan, hal tersebut merupakan pemicu konflik dalam keluarga. Konflik keluarga dapat memicu terjadinya kesalahpahaman hingga berujung pada sebuah perceraian, beberapa faktor yang menjadi penyebab konflik diantaranya masalah komunikasi, ketidakcocokan, perubahan nilai dan gaya hidup, dan perselingkuhan. Adanya harapan kepuasan diri dalam pernikahan dan penurunan toleransi juga menjadi faktor yang mendominasi dalam penyebab perceraian. Peran keluarga juga diperlukan dalam proses pendidikan masyarakat selain sosialisasi nilai-nilai melalui dunia pendidikan. Hal tersebut diperlukan karena, apabila tidak dilakukan maka individu sebagai anggota keluarga dan masyarakat tidak mampu menyelesaikan konflik yang dihadapinya.

Keluarga merupakan lembaga sosial yang sangat berarti dalam kehidupan manusia. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu. Keluarga berperan penting dalam pembinaan kesejahteraan bersama baik secara fisik, materi, maupun spi ritual. Semua anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjalankan tugas. Sehingga terbentuknya teori manajemen
sumber daya fokus pada kesadaran dalam pembuatan keputusan, mengarah kepada formasi dan implementasi dari rencana untuk mencapai sebuah tujuan.

Tahapan siklus keluarga adalah tahapan yang menggambarkan jumlah anggota keluarga yang
dimiliki oleh keluarga pada umumnya. Siklus hidup keluarga berkaitan erat dengan komposisi, status
perkawinan, dan ukuran rumah tangga yang dimiliki. Bukan hanya anak yang berkembang, keluarga
pun juga berkembang. Tiap tahapan perkembangannya memunculkan kondisi psikologis yang
berbeda, termasuk sumber stress yang berbeda juga. Tahapan siklus keluarga terdiri dari :
(1) Tahap “Meninggalkan Rumah dan Menjadi Individu
Dewasa Lajang”;
(2) Tahap “Pasangan Baru”;
(3) Tahap “Menjadi Orang tua”;
(4) Tahap “Keluarga dengan Remaja”;
(5) Tahap “Keluarga dengan Anak Dewasa”;
(6) Tahap “Keluarga di Masa Pensiun” Tahapan ini sejatinya
akan dilalui oleh setiap keluarga.

Konflik adalah kondisi yang terjadi ketika adanya ketidakcocokan antara nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai atau tujuan yang ada di dalam diri sendiri mau pun dalam hubungan dengan orang lain, konflik dalam keluarga juga tidak terpisahkan dari setiap individu karena adanya upaya para anggota keluarga untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang langka yaitu hal-hal
yang diberi nilai, seperti uang, perhatian, kekuasaan dan kewenangan. Namun, hal tersebut bisa dikurangi agar mencapai kesejahteraan keluarga. Kesejahteraan keluarga menjadi idaman bagi semua orang yang sudah berumah tangga. Dalam mewujudkan keluarga sejahtera, suami, istri, dan anak harus dapat memahami dan melaksanakan peranan serta fungsi masing-masing sesuai kedudukannya sebagai anggota keluarga. Dengan terciptanya keluarga sejahtera, maka kualitas keluarga akan meningkat yang
ditandai dengan adanya rasa aman, tentram dan memiliki harapan untuk masa dengan yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun