Ada satu jiwa yang tinggal dalam diriku, namun Jiwa itu seringkali meronta, entah kenapa aku tak mengerti sebabnya. Seperti saat langit sedang luruh, jiwa itu ikut mendung, ketika hujan sedang berderai matanya ikut berderai di pipi.
Ia akan bahagia saat cakrawala bersinar terang, Jiwa itu akan menuntun tubuhku pada hamparan rumput di persawahan dekat rumah. Kakiku akan dipaksanya untuk mengikuti kakinya berlari kapanpun ia mau, meskipun aku tak ingin kesana tapi jiwa itu terus mengajakku berkelana. Tanpa Henti
Aku benci jiwa itu karena dia selalu seenaknya sendiri dengan menuntutku melakukan apa yang disukainya, dan menjauhkanku dengan " Aku " yang sebenarnya.
Saat pagi tiba, aku kesal setengah mati karena berlembar buku harianku akan dirobeknya menjadi puing - puing. Jadi,kuberikan jiwa itu buku untuk di robeknya setiap kali ia meronta, namun buku itu tak di robeknya.
Ia bahkan menulis sesuatu di sana, katanya :
asalmu adalah kuatir
asalku adalah harapan
Setengah dari lembaran itu tertulis akan harapannnya untuk jiwaku yang penuh kuatir. Bahkan ia menuliskan bahwa aku  ingin menerkam bumi dan lebih menginginkan cakrawala di langit itu hancur berantakan, Sedangkan jiwa itu menginginkan aku untuk mengelilingi bumi dan bermimpi setinggi cakrawala di langit.
Jiwaku marah besar, jadi kubawa buku itu di perapian api untuk kubakar habis. Bagiku, jiwa yang menumpang di dalam diriku teramat sok tau untuk mengerti semua tentangku. Seketika hampir musnah, jiwa itu berteriak " Kau adalah Aku, aku adalah kau " Lalu Jiwaku terbakar habis tanpa sisa.