Mohon tunggu...
Suryan Masrin
Suryan Masrin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Penulis Pemula, Guru SD Negeri 10 Muntok (sekarang), SD Negeri 14 Parittiga, pemerhati manuskrip/naskah kuno lokal Bangka, guru blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kayu Peradong (Pradoeng) dan Kampung Peradong Bangka

27 Mei 2021   11:34 Diperbarui: 27 Mei 2021   11:44 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
F.W. Van Eeden, 1872, hal. 26

Dalam tulisan ini, izinkan penulis mencoba menguraikan tentang Peradong sebagai kayu dan kemudian Peradong sebagai kampung. Berangkat dari rasa penasaran yang tak berkesudahan, menggerakan penulis untuk melakukan penelusuran melalui dunia Maya atau Googling, dan akhirnya membuahkan hasil juga. 

Peradong adalah salah satu jenis kayu yang tinggi dan termasuk jenis kayu yang bagus (berkualitas). Kayu ini salah satu yang masuk dalam katalog deskripsi umum yang ada di wilayah NEDERLANDSCH OOST - INDI (Belanda India Timur). Sebagai kayu dengan spesies Elateriosper-mum (Euphorbiacease), dengan penulisan "Pradoeng" yang hanya terdapat di Pulau Bangka. Katalog ini ada di Museum Kolonial, di Paviliun di Haarlem, dengan judul "ALGEMEENE BESCHRIJVENDE CATALOGUS DER HOUTSOORTEN VAN NEDERLANDSCH OOST - INDI"; Aanwezig in het Koloniaal Museum, op het Paviljoen te Haarlem, Haarlem De Erven Loosjes, dibuat dalam tahun 1872 oleh F.W. Van Eeden, seorang Sekretaris Perusahaan, Direktur Museum. Dalam katalog ini kayu tersebut dengan nomor register 1273 code I.964.

Keterangan halaman dalam katalog ini, yang menyajikan Peradong sebagai salah satu kayu dapat dilihat pada halaman 26 dan 134.

F.W. Van Eeden, 1872, hal. 134
F.W. Van Eeden, 1872, hal. 134
Dalam katalog yang dibuat tahun 1905 yang juga sama terdapat di Museum Kolonial, di Paviliun di Haarlem. Judul "Houtsoorten van Nederlandsch Oost-Indi

TEVENS BESCHRIJVING DER MEEST BEKENDE BOOMEN van den Nederlandsch-Indisehen Archipel en hunne waarde voor de huishouding" dengan penulis yang sama, yakni F.W. Van Eeden dengan editor edisi ketiga J. J. DUYFJES, Ahli kehutanan dan makhluk hutan.

Katalog ini menguraikan Spesies kayu dari Hindia Belanda, juga deskripsi pohon paling terkenal di Kepulauan Nederlandsch-Indisehen dan nilainya bagi rumah tangga. Untuk nama kayu Peradong sendiri dalam katalog ini terdapat pada bagian 711 halaman 229 dengan kode register C.S.g. O.93, dan pada bagian 831 halaman 272. Dari cerita yang ada, juga disebutkan bahwa kayu Peradong merupakan kayu berkelas dan langka yang sangat dicari untuk dijadikan sebagai bahan bangunan.

img-20210527-110734-60af21338ede481f744a4072.jpg
img-20210527-110734-60af21338ede481f744a4072.jpg
Jika merujuk pada penjelasan di atas, maka dapat dimaklumi jika Kampung Peradong mengambil nama kayu tersebut sebagai nama kampung, yang memungkinkan bahwa dahulu terdapat kayu tersebut di wilayah Peradong. Selain itu, nama kampung dengan penamaan Peradong di Bangka hanya ada di wilayah kecamatan Simpang Teritip Kabupaten Bangka Barat. Dapat dipastikan bahwa Bangka sebagai tempat kayu tersebut adalah lokasinya di kampung Peradong saat ini.

Seperti pernyataan saat penulis melakukan wawancara dengan dukun kampung kala itu, Kek Jemat ; (dalam Suryan, 2010); "sewaktu penduduk tersebut mulai melakukan penggarapan tempat mukim, banyak kayu-kayu (pohon) besar yang harus ditebang". Kayu tersebut dikenal penduduk dengan sebutan kayeow Peradong yang besarnya sampai tige pelok (tiga pelukan orang dewasa). Untuk menebang kayu tersebut menurut tetua adat harus menggunakan/memberikan sesajen (sesembahan), berupa bubur puteh mirah (Bubur yang warnanya harus putih dan merah, biasanya terbuat dari beras dicampur dengan santan kelapa), ditambah dengan pulot item (Pulot/pulut, Jawa) adalah makanan yang terbuat dari beras ketan/pulut yang dimasak menggunakan santan kelapa sebagai airnya, untuk memasaknya seperti halnya memasak nasi biasa), dan telok ayem butet (telur ayam yang tunggal). (Tulisan ini dapat dilihat juga dalam Kapita Selekta Penulisan Sejarah Lokal Tahun 2018 ha. 148).

Sayangnya hingga saat ini penulis dan juga masyarakat di kampung Peradong belum bisa menyaksikan dan menunjukkan rupa dan bentuk dari kayu Peradong tersebut. Semoga ke depan masih ditemukan kayu tersebut dan semoga juga dapat dikembangbiakan.

Jika dalam penulisan dan pemaparan ini terdapat kekeliruan dan kesalahan, saya mohon maaf. Masukan dan saran sangat dibutuhkan demi perbaikan dan penjelasan lebih lanjut untuk kebaikan bersama.

Oleh: Suryan Masrin

27 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun