Mohon tunggu...
Elnado Legowo
Elnado Legowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Kata-kata memiliki kekuatan untuk mengesankan pikiran tanpa menyempurnakan ketakutan dari kenyataan mereka. - Edgar Allan Poe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perajin Topeng

21 Mei 2021   19:37 Diperbarui: 30 Desember 2021   21:00 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sofyan Effendi

Kemajuan zaman telah melahirkan generasi yang bodoh dan arogan. Selain karena telah terkontaminasi oleh teknologi, hingga menjadi budak-budaknya; mereka juga menjadi apatis dan skeptis dengan hal-hal spiritual, sehingga mereka sering mencemoohnya. Tanpa mereka sadari, bahwa banyak sekali fenomena di luar nalar manusia dan sains yang hidup berdampingan dengannya.
 
Salah satu peristiwa yang sulit dijelaskan oleh nalar manusia dan sains tersebut, telah terjadi di salah satu desa - di kaki gunung - yang terletak di Jawa Timur. Di desa tersebut terdapat sebuah tradisi kerajinan topeng kayu, yang telah diwarisi secara turun-temurun. Jenis topeng yang sering mereka produksi adalah jenis topeng kayu tokoh Panji.
 
Konon katanya, untuk membuat topeng tersebut harus melakukan sebuah ritual persembahan. Walakin - seiring berjalannya waktu - tradisi tersebut mulai terkikis oleh perkembangan zaman. Banyak generasi penerus yang memilih untuk merantau ke kota atau melakukan pekerjaan lainnya. Alhasil, tradisi kerajinan topeng kayu tersebut mulai terancam punah dan banyak orang yang mulai melupakannya.
 
Hingga pada suatu hari, terdapat seorang pemuda - bernama Bayu - dari desa tetangga, yang sedang merantau ke desa tersebut untuk mencari sebuah pekerjaan. Karena sebuah tuntutan hidup yang terus meningkat, telah membuatnya untuk mencari segala pekerjaan yang ada, tanpa mempedulikan kemampuannya yang masih minim.
 
****
 
Setibanya di desa tersebut, Bayu mengalami kesulitan akibat sedikitnya lowongan pekerjaan di tempat itu. Sampai pada akhirnya, dia menemukan sebuah bangunan dengan desain Jawa kuno yang unik dan tradisional, yang terletak di samping kiri sebuah sanggar yang ada di desa tersebut. Di halaman depan bangunan tersebut, telah dipajang beraneka ragam topeng kayu dengan berbagai macam tokoh Panji, untuk diperlihatkan kepada pengunjung agar mereka tertarik untuk membeli. Alhasil, tempat itu tidak lainnya dengan sebuah toko topeng tua, yang telah diselimuti oleh kesunyian.
 
Melihat adanya sedikit peluang dan tuntutan hidup yang terus menghantui Bayu, sehingga dia membulatkan tekadnya untuk mencoba melamar pekerjaan di tempat tersebut. Lantas Bayu mengetuk pintu rumah yang terbuat dari kayu jati itu dengan ramah. Arkian, keluarlah seorang pria - berusia setengah abad - yang berpenampilan lusuh dan langsung menyambut kedatangan Bayu dengan hangat. Pria itu bernama Bapak Handoyo.
 
Setelah mereka berbincang-bincang, akhirnya Bayu resmi diterima oleh Bapak Handoyo sebagai pekerja barunya; atau mungkin satu-satunya pekerja yang bekerja di tempat itu selama beberapa dekade. Bapak Handoyo sendiri adalah satu-satunya orang yang tinggal di rumah tersebut. Sebab istrinya sudah lama meninggal akibat sakit, sedangkan anak-anaknya telah merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. Alhasil, Bapak Handoyo harus memproduksi sendiri topeng-topeng di tokonya. Tidak heran bila dia langsung menerima Bayu dengan cepat, saat mengetahui Bayu ingin melamar kerja di tokonya.
 
Kemudian, Bapak Handoyo mulai memperkenalkan tempat kerjanya kepada Bayu, bahwa tempat itu terdiri dari dua lantai. Lantai pertama digunakan untuk memproduksi dan menjual topeng kayu. Sedangkan lantai kedua adalah rumah Bapak Handoyo. Bayu hanya diperbolehkan untuk beraktivitas di lantai pertama. Tetapi dia juga diperbolehkan untuk mendatangi lantai kedua, bila ada keperluan mendesak yang berhubungan dengan Bapak Handoyo. Selain itu, di lantai pertama itu juga terdapat beberapa ruang kosong yang dapat dipakai untuk kamar penginapan, sehingga Bayu tidak perlu repot-repot mencari tempat kosan di desa tersebut.
 
Lalu Bapak Handoyo juga mengajarkan kepada Bayu, cara membuat topeng kayu. Proses pembuatan topeng kayu dilakukan dengan cara manual, karena - menurut Bapak Handoyo - memiliki nilai seni dan jual yang lebih tinggi daripada dibuat dengan mesin. Selain itu juga untuk mempertahankan tradisi leluhur mereka. Karena itu bukanlah pekerjaan yang mudah bagi Bayu yang minim pengalaman, maka Bapak Handoyo akan membantunya selama memproduksi topeng kayu, sampai Bayu dapat bekerja dengan mandiri.
 
Bapak Handoyo juga - tidak lupa - memperkenalkan sebuah ritual yang harus dijalankan sebelum memproduksi topeng kayu. Ritual wajib dilakukan untuk meminta izin kepada arwah nenek moyang kita, agar kita dapat menyelesaikan topeng tersebut dengan baik dan dijauhkan dari berbagai macam bencana yang mengancam. Proses ritualnya sangat sederhana, yaitu membuat sebuah sesajen yang diisi dengan berbagai macam bunga, makanan, hingga membakar dupa. Kemudian kita harus melantunkan doa sesuai agama kita masing-masing.
 
Akan tetapi, Bayu terlihat tidak mempercayai alasan dari kewajiban untuk menjalankan ritual tersebut. Sebab Bayu dibesarkan dari lingkungan yang jauh dari dunia spiritual maupun gaib. Ayahnya adalah seorang dokter umum di sebuah puskesmas di desanya, sedangkan ibunya adalah seorang guru ilmu sosial di sebuah sekolah dasar negeri. Walhasil, Bayu telah terdidik menjadi orang yang skeptis.
 
Lantas, di hari itu juga Bayu mulai bekerja untuk membuat sebuah topeng kayu dengan dibantu oleh Bapak Handoyo. Dia mengajarkan Bayu dari ritual sebelum produksi, lalu proses pembuatan topeng dari sebuah potongan kayu mentah, hingga mewarnai topeng dari cat warna. Hal itu berlangsung selama hari demi hari. Hingga satu bulan telah berlalu, Bayu mulai terbiasa dengan memahat kayu dan membentuk topeng secara manual. Seiring berjalannya waktu, Bapak Handoyo mulai melepas tangan dan mempercayakan produksi topengnya kepada Bayu.
 
Sampai pada satu hari, Bapak Handoyo sedang pergi mengantar topeng pesanan pelanggan ke desa tetangga, sehingga meninggalkan Bayu seorang diri di rumahnya. Di hari itu juga, Bayu mendapat sebuah pesanan untuk membuat satu topeng dengan tokoh Klono, yang harus diselesaikan pada hari itu juga.
 
Klono adalah karakter antagonis dalam kisah Panji. Dia adalah sosok raja yang besar, kuat, dan angkuh yang datang dari luar pulau Jawa. Dia sangat tidak suka bila ada orang yang dapat melebihi dari dirinya. Apabila ada; maka dia akan membunuh orang tersebut dan merampas semua hartanya. Dalam gambaran topengnya; dia digambarkan bermuka merah, berkumis tebal, memiliki kedua mata yang besar, dan berhidung mancung. Sebuah sosok yang mengerikan dalam kisah Panji.
 
Akan tetapi, alih-alih melakukan sebuah ritual terlebih dahulu, Bayu langsung bergegas mempersiapkan bahan-bahan produksi topeng kayu. Bayu berpikir bahwa ritual tersebut hanya membuang waktu produksinya. Selain bertentangan dengan agama yang diyakininya, Bayu juga beranggapan bahwa di zaman modern ini harus mengedepankan logika dan sains. Di luar itu semua adalah takhayul dan kebodohan.
 
Kalakian Bayu langsung mengambil sepotong kayu mentah dan sebuah topeng Klono - sudah jadi - sebagai bahan desainnya. Lantas Bayu langsung mengambil sebuah pisau pahat dan mulai memahat kayu tersebut. Lantas kejadian aneh-pun mulai terjadi.
 
Kayu tersebut terasa sangat keras seperti batu, sehingga Bayu mengalami kesulitan saat memahatnya. Padahal jenis kayu itu sama dengan jenis kayu yang sering dia pakai untuk membuat topeng. Walakin, Bayu masih mencoba untuk berpikir logis dan mulai mengerahkan seluruh tenaganya untuk memahat kayu tersebut. Alhasil, pisau pahat tersebut meleset dan mengenai jari Bayu, sehingga meninggalkan sebuah luka yang dalam dan mengeluarkan banyak darah.
 
Bayu yang melihat itu, langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan lukanya; sekaligus mencari kotak obat yang berada di atas lemari wastafel. Bayu tidak menyangka bahwa luka di jarinya itu sangat parah dan tidak pernah dia dapatkan selama membuat topeng.
 
Setelah Bayu berhasil mengobati dan menutup luka di jarinya; seketika terdengar bunyi kerincing yang terhempas di udara dan menggema di sekeliling ruangan. Suara kerincing itu seperti bunyi logam yang ada di kostum wayang orang. Tetapi yang aneh dari bunyi tersebut adalah suaranya terdengar keras, seolah suara itu berasal dari dalam ruangan.
 
Lantas Bayu bergidik ngeri. Dia menoleh ke sekelilingnya untuk mencari asal suara tersebut. Akan tetapi, suara itu malah semakin terdengar jelas dan lebih nyaring. Seakan-akan suara tersebut berada tepat di sebelah Bayu. Alhasil, dengan rasa takut yang sudah tidak terbendung lagi, Bayu bergegas keluar dari kamar mandi.
 
Setibanya di tempat dia memahat topeng; Bayu mendapati bahwa topeng Klono - bahan desainnya - telah hilang. Mengingat bahwa topeng itu adalah salah satu dari topeng milik pribadi dan kesayangan Bapak Handoyo; Bayu menjadi sangat panik dan bergegas mencari topeng tersebut, di sekitar tempat dia memahat kayu.
 
Bayu sangat yakin, bahwa dia menaruh topeng itu tidak jauh dari potongan kayu mentah yang hendak dia pahat. Bayu juga sangat yakin, bahwa tidak ada orang lain selain dirinya di dalam rumah itu, maupun kehadiran orang asing di tempat dia memahat topeng. Sebab, Bayu meninggalkan tempat itu tidak lebih dari 15 menit. Bahkan lokasi kamar mandi dengan tempat dia memahat sangatlah dekat, sehingga dia dapat dengan jelas menyadari kehadiran orang lain yang mendatangi tempat itu.
 
Sewaktu Bayu masih sibuk mencari topeng Klono tersebut, seketika bunyi kerincing mulai kembali terdengar dan diikuti oleh semburan aroma kemenyan yang menusuk. Lantas rasa gamang kembali menguasai diri Bayu dan keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhnya. Akan tetapi, mimpi buruk yang jauh lebih buruk telah tiba untuk menyambut Bayu. Saat Bayu - tidak sengaja - menoleh ke arah kanannya, dia mendapati sepasang kaki besar yang berwarna merah darah.
 
Sontak Bayu terkejut dan langsung menoleh ke arah si pemilik kaki tersebut. Dia mendapati sesosok raksasa yang sedang berdiri di sebelah kanannya. Tubuhnya sangat tinggi - lebih dari dua meter - hingga hampir menyentuh langit ruangan. Badannya sangat kekar dan memiliki kulit berwarna merah darah. Sosok itu memakai pakaian zaman kerajaan Hindu, lengkap dengan perhiasan logam.
 
Apabila dilihat dari rupa wajahnya; sosok itu tidak lain dan tidak bukan adalah Klono. Wajah yang memancarkan aura kesombongan dan kejahatan yang tidak ternilai. Rupanya jauh lebih mengerikan daripada gambaran di topeng. Bahkan tatapan matanya sangat menyeramkan; selain memancarkan tatapan durjana, tapi juga dengan ukuran bola mata yang lebih besar daripada ukuran manusia pada umumnya. Selain itu, di sekitar tubuhnya telah diselimuti oleh asap misterius yang memancarkan cahaya berwarna kuning emas dan merah crimson, yang muncul secara mistis.
 
Lalu sosok itu tertawa dengan nada yang tinggi, sehingga menggoyangkan benda-benda di sekitarnya. Bayu yang menyaksikan fenomena itu, hanya bisa menatap sosok tersebut dengan rasa bimbang - tidak percaya dengan apa yang dia lihat - bercampur rasa takut. Kemudian sosok itu mulai menoleh ke arah Bayu dan melemparkan sebuah tatapan dingin yang menusuk, sehingga membuat siapa saja yang melihat tatapan itu dapat bergidik ngeri dan sulit untuk melupakannya.
 
Kemudian sosok tersebut mulai berjalan menghampiri Bayu, sembari mengulurkan tangan kanannya yang besar ke arah mukanya. Bayu tidak bisa berlari atau menggerakan tubuhnya; seakan dia telah dikutuk menjadi lumpuh. Yang bisa Bayu lakukan adalah menatapi sosok tersebut. Ketika tangan itu berhasil mencengkram wajah Bayu; kalakian terpancar sebuah cahaya gaib yang berwarna ganjil dari tangan tersebut, dengan diikuti oleh suara jeritan histeris Bayu.
 
****
 
Ketika hari sudah senja, Bapak Handoyo telah pulang dari desa tetangga, sembari membawa sedikit buah tangan yang dapat dibagikan kepada Bayu. Walakin, saat Bapak Handoyo tiba di depan rumahnya; dia telah mendapati halaman rumahnya dalam keadaan berantakan. Lantas Bapak Handoyo langsung bergegas masuk ke dalam rumahnya dan mendapati sebuah pemandangan yang menyeramkan.
 
Di dalam rumahnya, terdapat Bayu yang sedang memakani kayu-kayu; baik itu kayu persediaan untuk pembuatan topeng, maupun topeng-topeng kayu yang telah jadi. Bayu memakani kayu-kayu tersebut, sehingga merusak dan mematahkan semua giginya. Banyak sekali darah yang berceceran di lantai bersama patahan gigi-gigi Bayu, sehingga mengotori lantai ruangan tersebut dan menciptakan pemandangan yang mengganggu.
 
Belum sempat Bapak Handoyo melontarkan kalimat, lantas Bayu langsung menoleh dan menatapnya dengan tatapan liar dan mengerikan; memperlihatkan kedua matanya yang merah dan membelalak. Warna kulit di sekujur tubuhnya telah memerah, seperti habis terbakar. Kemudian Bayu mulai menyeringai dan memperlihatkan gigi-giginya yang rusak, sehingga darah segar dapat mengalir keluar dari mulutnya. Walhasil, pemandangan tersebut telah menanamkan benih kengerian di batin Bapak Handoyo.
 
****

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun