Mohon tunggu...
Elmi Triyuliandari
Elmi Triyuliandari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu Rumah Tangga dan Tendik Universitas Muhammadiyah Surabaya

Ibu dua anak yang senang membaca novel dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Sharenting dan Problematika pada Anak

5 Agustus 2022   15:54 Diperbarui: 5 Agustus 2022   16:33 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sharenting pada anak, foto by Katalin Fabian. sumber: www.pexels.com

Ketika kita membuka media sosial baik itu facebook, instagram, ataupun story WhatsApp banyak kita jumpai foto ataupun video anak-anak yang dibagikan oleh orangtuanya. Fenomena tersebut saat ini menjadi hal yang lazim yang dilakukan oleh orangtua. 

Aktivitas memberikan banyak informasi secara rinci tentang anak-anak kepada publik yang dilakukan orangtua dalam bentuk foto, video dan unggahan melalui media sosial yang bisa melanggar privasi anak disebut sebagai sharenting (Brosch, 2018).

Tujuan orangtua membagikan aktivitas anaknya di media sosial sangat beragam seperti ingin mendapatkan afirmasi atau dukungan sosial, ingin menunjukkan kemampuan dalam mengasuh anak, ingin mendapatkan partisipasi sosial dan sebagai dokumentasi atas aktivitas yang sudah dilakukan anak-anak mereka.

Aktivitas orangtua membagikan kegiatan anak di media sosial memiliki dampak positif sekaligus dampak negatif yang harus di pertimbangkan oleh orangtua milenial saat ini. 

Sharenting kemungkinan besar tidak memiliki dampak buruk saat mereka mengunggah foto ataupun video anaknya saat ini, orangtua merasa senang apabila mereka mendapatkan banyak teman, atensi dari teman sebaya bahkan mendapatkan dukungan ketika membagikan foto ataupun video anaknya.

Orang tua milenial yang memiliki kebiasaan membagikan aktivitas anaknya saat ini masih belum menyadari bahwa kegiatan tersebut bisa melanggar privasi anak apalagi bagi anak yang masih dibawah umur dimana segalanya masih dikendalikan oleh orang tua. 

Dalam artikel yang dituliskan oleh Plunkert (2019) dikatakan bahwa dampak sharenting berkaitan dengan hak anak atas privasi karena anak dalam proses tumbuh kembang yang membutuhkan privasi untuk mengeksplorasi diri, belajar dari kesalahan dan berimajinasi untuk pembentukan identitas yang sehat.

Selain pelanggaran atas hak privasi anak, sharenting juga berdampak adanya potensi jejak digital yang bisa membuat anak tidak nyaman apabila dilakukan oleh orang tua. Apalagi jika anak masih dibawah umur dan tidak mengetahuinya bisa jadi ketika dewasa kelak mereka akan melihat semua unggahan tentang mereka yang telah dilakukan oleh orangtua seperti video ataupun gambar ketika mereka bayi dan hal-hal lucu lain.

Bagi anak yang mudah terbawa perasaan (baperan) dapat membuat mereka merasa malu dan timbul rasa khawatir apabila teman sebayanya mengetahui foto ataupun video dimasa kecil yang dibagikan oleh orangtua mereka. Hal tersebut dapat memicu adanya bullying antar teman baik itu di dunia maya ataupun didunia nyata karena gambar ataupun video di media sosial saat ini sangat mudah untuk dicari, disimpan dan bahkan disebarluaskan.

Kita tahu bahwa dampak bullying terhadap anak-anak sangat serius dari rasa tidak percaya diri, depresi hingga bunuh diri. Sukmawati (2021) menyatakan bahwa dampak bullying diantaranya disfungsi sosial, merasa rendah diri, insomnia, kecemasan, depresi, dan rasa ingin bunuh diri. 

Contoh nyata yang terjadi saat ini yang sedang viral di media massa yaitu anak kelas 5 SD yang menjadi korban bullying oleh teman sebayanya yang membagikan video di media sosial yang berujung pada depresi dan bunuh diri. 

Walaupun konteksnya berbeda tetapi video atau gambar yang dibagikan oleh orangtua di media sosial yang membuat mereka malu justru akan berdampak pada hubungan tidak baik antara orangtua dan anak. 

Permasalahan lain terjadi pada anak yang kurang memiliki kedekatan dengan orangtua, karena anak merasa bahwa sharenting yang dilakukan orangtuanya tidaklah bermanfaat dan tidak sesuai dengan kondisi dikeluarganya yang akhirnya membuat anak akan semakin menjauh dengan orangtuanya.

Kejadian seperti itu tentunya tidak ingin terjadi pada kita, oleh sebab itu sebagai orangtua milenial harus berhati-hati dalam membagikan aktivitas anak. 

Apabila anak masih dibawah umur baiknya tidak membagikan gambar atau video yang memperlihatkan aurat anak seperti tidak menggunakan baju ataupun video lucu yang dirasa akan membuat mereka merasa malu. 

Apabila anak-anak sudah beranjak dewasa dan bisa diajak diskusi baiknya orangtua meminta izin terlebih dahulu apabila ingin membagikan foto ataupun video karena hal tersebut berhubungan dengan hak privasi anak yang harus dilindungi oleh para orangtua.

Sumber :

Brosch, A. (2016). When the child is born into the internet :sharenting as a growing trend among parents on facebook. The New Educational Review, 43(1), 225-235,https://doi.org/10.15804/tner.2016.43.1.19

Plunkett, L. (2020). To stop sharenting & other children's privacy harms, start playing: a blueprint for a new protecting the private lives of adolescents and youth (pplay) act. Seton Hall Legislative Journal, 44(3), hal 457-486.

Sukmawati dkk (2021). DAMPAK BULLYING PADA ANAK DAN REMAJA TERHADAP KESEHATAN MENTAL | Sukmawati | Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat 2021 (upnvj.ac.id) diunduh pada tanggal 25 Juli 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun