Saat dunia masih dipegang. Saat dunia masih dalam genggaman. Saat tulang belulang masih kuat dan belum layu. Mari tafakur sejenak mengingat tempat kita kembali pulang
Tempat kembali yang abadi. Ketika badan sudah terkulai lemah, dan rebah tak berdaya. Ketika mulut sudah terkunci rapat. Ketika badan tak lagi bisa apa-apa
Mari kita bayangkan. Ketika tubuh kita ini sudah terbungkus kain putih. Di pikul dalam keadaan terbujur kaku di atas keranda. Dimandikan, di kafankan, dishalatkan.Â
Dimana badan akan dihantarkan ke lubang sempit yang gelap gulita. Ditinggal di dalam tanah sendirian. Dihimpit tanah tak bertuan. Tergelung badan tanpa teman. Hanya berteman kesunyian
Sendiri dalam pembaringan. Apakah yang sudah diri persiapkan. Untuk teman di alam sana. Teman di dunia tiada yang mau ikut. Sesayang apapaun dia. Jangan kan sahabat. Istri, atau suami. Anak-anak ataupun saudara.Â
Bahkan orang tua kandung tak akan mau menemani kita. Walau hanya sekejap saja. Setelah badan di kuburkan, sendirian dihimpit tanah. Mereka kembali pulang ke rumah. Badan ditinggal sendirian di sana. Tu' pertanggungjawaban semua perbuatan selama di dunia
Sebesar biji bayam pun tak dapat dielakkan. Tak ada yang bisa disembunyikan. Semua telah dicatat. Tak ada yang ketinggalan. Oleh dua orang malaikat. Yang selalu ikuti kita setiap saat
Ke mana saja dalam hidup ini. Walau tak tampak namun dia memang ada. Itulah namanya alam gaib. Yang tak kasat mata. Dia ada di bahu kanan dan juga bahu kiri kita. Malaikat Raqib dan Atid namanya
Jika nasib kita baik, banyak amal yang di bawa pulang, malaikat Ridwan sudah menunggu di pintu surga. Namun jika nasib kita malang, berat dosa dari pahala. Maka malaikat Malik sudah menanti di pintu neraka. Mau kita pilih yang mana, janganlah kita lupa