Mohon tunggu...
Ellyza Elma Sadiyah
Ellyza Elma Sadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Surabaya

Sosial Budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perangi Kasus Pelecehan Seksual di Balik Dinding Pendidikan

26 November 2022   09:27 Diperbarui: 26 November 2022   10:19 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pelecehan seksual merupakan suatu yang tidak ada habisnya. Selalu saja ada tindakan yang tidak terduga dan dilakukan secara sengaja dengan tujuan untuk melecehkan seseorang dari segi seksualitas dan disertai dengan ancaman. Pelecehan seksual terjadi secara verbal seperti melakukan cat calling, memberi komentar seksual, menggunakan kata-kata kasar, menceritakan lawakan yang tidak pantas, membuat suara seksual, bertanya perihal kehidupan seks pribadi, memberikan rayuan atau pujian yang tidak pantas, menyatakan keinginan untuk melakukan seks, serta secara non verbal yang berhubungan dengan sentuhan fisik seperti mengajak melakukan hubungan intim. 

Rentetan panjang kasus pelecehan seksual sangat marak belakangan ini yang mungkin saja juga karena adanya media sosial yang membuat semakin cepat menyebarnya berita. Ironisnya dalam berita pelecehan seksual sering  terjadi di tempat yang seharusnya tempat aman justru berubah menjadi rumah predator seksual mengerikan yang membuat "mereka" mempunyai luka seumur hidupnya, hal yang dimaksud adalah  tempat  seseorang menimba ilmu seperti ruang sekolah, pondok, maupun universitas. Dalam kasus ini siapapun bisa menjadi korban maupun pelaku.


Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan jumlah korban kekerasan seksual di satuan pendidikan sepanjang Januari sampai Juli 2022 terdiri dari 31 persen anak laki-laki, dan 69 persen anak perempuan."Dari Januari sampai Juli tercatat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di tiga sekolah dalam wilayah kewenangan KemendikbudRistek dan sembilan satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama RI," ungkap Retno dalam pernytaannya, Minggu 24 Juli 2022.


Menolak lupa kasus Moch Subchi Azal Tsani putra dari Kiyai ternama asal Jombang, Muhammad Mukhtar Mukhti, seusai rilis kasus di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat 8 Juli 2022. Polda Jawa Timur menangkap Moch Subchi Azal Tsani yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual, pemerkosaan terhadap 5 orang santriwati Pondok Pesantren Shiddiqiyah, Jombang. Kasus ini terkuak setelah seorang santriwati bercerita kepada pihak keluarganya yang kemudian melapor ke polisi. 

Kasus ini sempat tergantung karena Bechi tak juga mau memenuhi panggilan polisi. Polda Jawa Timur bahkan sempat mengepung pondok pesantren tersebut pada Juli lalu. Setelah negosiasi alot, pihak pondok pesantren akhirnya bersedia untuk menyerahkannya ke polisi. Dan dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur Mia Amiati menyatakan tuntutan tersebut sesuai dengan dakwaan pertama."Di situ kami mengupayakan untuk menuntut hukuman maksimal karena ancaman maksimal dalam Pasal 285 KUHP adalah 12 tahun. Maka, kami tambahkan sepertiga sebagaimana dalam Pasal 65 KUHP, sehingga kami tuntut 16 tahun penjara," kata Mia.

Meskipun banyak kasus sudah dilaporkan, menurut Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi, proses penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan berjalan sangat lambat, khususnya dalam klaim keadilan dan pemulihan korban. Karena perihal permasalahan seksual dalam lingkup pendidikan itu seperti "rahasia umum yang dilupakan" karena cukup banyak lembaga pendidikan yang lebih memilih tutup mulut dan tidak mengakui jika masalah tersebut terjadi dalam lingkungan mereka, apalagi pelaku yang memiliki kuasa atau power yang bahkan masyarakat sekalipun juga menghalangi proses penangkapan pelaku. Tidak semua kasus kekerasan seksual dapat tersorot media, dikarenakan adanya sanksi sosial berupa stereotip negatif dari masyarakat kepada korban kekerasan seksual, terlebih lagi korban perempuan, sehingga membuat korban takut dan banyak yang memilih untuk bungkam dan tidak melaporkan kasusnya. Alhasil, cerita korban yang mengalami hal serupa justru tenggelam dari perhatian publik terlebih oleh negara yang memiliki kendali dalam hukum.

Memerangi pelecehan seksual, khususnya dalam lingkup pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Memang pelecehan seksual tidak dapat hilang 100% namun kita bisa melakukan tindakan preventif dengan memberikan edukasi seksual kepada laki-laki dan perempuan (pelajar, mahasiswa, hingga masyarkat) karena permasalahan seksual yang masih terdengar tabu. Hal lain yang dapat dilakukan adalah partisipasi aktif lembaga pendidikan dalam memerangi pelecehan seksual di sekolah dan kampus. 

Belakangan ini juga telah disahkan RUU PKS oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (12/4/2022), RUU PKS ini selain dari melindungi para korban pelecehan seksual, juga memberikan rehabilitasi bagi para pelaku kekerasan seksual pada pasal 88 ayat 3. Dan fungsi rehabilitasi ini memiliki fungsi dan tujuan untuk mencegah agar tindakan kekerasan seksual tidak terjadi lagi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak asumsi yang bermunculan akibat cara pandang yang beberbeda terhadap RUU PKS ini merupakan polemik yang menyebabkan pro dan kontra dari masyarakat. Karena ada yang beranggapan RUU PKS tidak sesuai dengan norma sosial dan agama yang berlaku. Namun tetap saja baik pihak pro maupun kontra pasti memiliki satu tujuan yang sama yakni menciptakan payung hukum yang komprehensif untuk menghapuskan segala bentuk kekerasan seksual.

Dapat disimpulkan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Tindakan terkutuk itu tidak hanya terjadi di daerah rawan, tetapi seringkali juga terjadi di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat nilai-nilai kemanusiaan berada. Selain itu, pelecehan seksual dapat dicegah dengan memberikan edukasi seksual kepada laki-laki dan perempuan, karena pendidikan seksual penting agar tidak  masuk ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan, dan selain itu kebiasaan membuat lelucon seksual juga merupakan pelecehan seksual. Jadi jika korban mengalami pelecehan seksual, maka korban harus melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib, namun jika mengalami kendala maka bisa di share ke media sosial agar mendapatkan sorotan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun