Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janda Kembang dari Palembang

17 Desember 2012   14:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:28 16354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah sore yang aku lupa hari apa. Sore yang berangin. Dusun Sembilang. Sebuah tempat yang jauh dari Palembang. Dusun yang berdiri sebelum terbentuknya Taman Nasional Sembilang. Pada salah satu sudutnya, aku melihat seseorang sedang memandang ke muara sungai. Sungai Sembilang yang bermuara ke laut Cina Selatan dan Selat Bangka.

Dari kejauhan bayangan seseorang itu terlihat bak sebuah siluet. Siluet yang entah kenapa manis juga ritmis di mataku. Siluet yang mau tak mau kupandangi lekat-lekat. Kukira, angin muara yang datang dari Laut Cina Selatan itu yang menggerakkan kepalaku untuk melihat pada pemandangan manis itu. Tak kunyana, seseorang itu berjalan ke arahku. Langkahnya  cepat. Sangat cepat hingga aku tersentak, dan ia telah begitu dekat. Bahu kami nyaris bertemu, kalau saja aku tak beringsut. Rupanya dia.

Namanya Rumi.  Baru sebulan dia tiba di dusun ini. Kulit putih bersih dengan lesung pipit. Wajah agak oval dengan mata bulat.  Perawakannya, tinggi tapi bukan kutilang. Sintal tapi tak terlalu sintal. Kami di dusun ini menyebut penampilan seperti itu "Semohay". Itu julukan yang diberikan para lelaki dusun ini pada perempuan yang bisa membuat kami berdecak dan sedikit ternganga.

Telah hampir sebulan Rumi menjadi bahan perbincangan warga Dusun ini. Bukan saja karena ia semohay itu. Tapi lebih karena ia janda. Janda Kembang dari Palembang. Para laki-laki memandangi dengan pandangan agak nakal. Sedangkan perempuan, pandangan mereka ganjil. Betapa curiganya mereka dengan Rumi.

Rumi tinggal di rumah Bu Imah, satu-satunya bidan di Dusun Sembilang. Tak jauh dari sekolahku. Suara angin telah menyebar bahwa Rumi baru bercerai dari suaminya. Entah karena alasan apa. Dengar-dengar sang suami telah berselingkuh dan Rumi tidak ikhlas hingga akhirnya menggugat cerai sang suami. Dengar-dengar lagi, Rumi tak lagi merasa betah tinggal di Palembang. Oleh sebab itu Rumi nekat ke Sembilang tinggal bersama bu Imah, bibinya itu.

Oh, rupanya Rumi masih berada di depanku. Tepat di depanku. Kelihatannya dia memang berniat menemuiku. Tengah aku bersiap menegurnya,

"Maaf, betulkah kakak ini Pak Rusli?",  dia bertanya sambil menyebut namaku

Aku mengangguk

"Maaf, betulkah besok pagi kakak akan ke Palembang?"

Aku mengangguk lagi

"Maaf, bisakah saya minta tolong sesuatu..?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun