Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Rumah dan Obsesi Umur 40 Serta Hal-hal Penting yang Harus Diingat

20 Juni 2021   08:38 Diperbarui: 21 Juni 2021   07:35 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membeli rumah. (UNSPLASH/TIERRA MALLORCA via Kompas.com)

Dalam benak saya yang masih kecil saat itu terbersit keinginan, alangkah senangnya punya rumah antik, asri dengan halaman luas seperti itu. 

Bertahun-tahun saya hidup dengan mimpi seperti itu, punya rumah kayu antik dengan halaman luas. 

Seiring waktu, banyaknya perjalanan kehidupan, banyaknya pergulatan batin, saya gak lagi ngotot punya rumah seperti itu. Mungkin keblinger dengan kebanyakan membaca buku. Salah satunya Buku Thomas Robert Maltus "An essay on the principle of population", tentu saja terjemahannya.

Jika manusia bertambah dengan deret ukur, sedang bahan makanan bertambah menurut deret hitung, dan bumi jelas gak nambah ukurannya,. Maka, mengapakah setiap orang harus ngotot punya rumah dan lahan sekian unit dan seluas sekian?

Harapan dan obsesi yang egois menurut saya. Hidup yang sementara dan toh harta, termasuk rumah dan halaman luasnya itu, tidak dibawa mati. Cuma kita nikmati selagi hidup yang kalau tidak pandai mengatur buat hari kemudian malah akan menimbulkan masalah.

Rumah Yang Sebenarnya Rumah

Tetapi, tetap punya rumah itu sebuah kebutuhan vital. Rumah adalah tempat kita berteduh. Lebih jauh lagi, rumah itu buat saya tak sekadar diartikan rumah fisik. Rumah bisa kita artikan sesuatu tempat kita selalu ingin cepat pulang. 

Bisa berarti pasangan hidup dan anak-anak yang hatinya luas, ngangenin dan membuat kita selalu ingin cepat pulang dimana tempat berkumpul tersebut bisa (rumah) milik sendiri, atau sewa/kontrak, rumah mertua, rumah keluarga, rumah dinas dan lain sebagainya.

Ada kalanya orang yang memiliki rumah fisik tapi tak merasa punya tempat untuk pulang. Ada yang punya banyak rumah, tetap tak merasa ingin cepat pulang. Sebab dia tak punya rumah yang sebenarnya rumah. Apa itu yang kita inginkan? Tentu tidak bukan.

Tetapi, bagaimanapun punya rumah fisik itu tetap diperlukan. Apalagi rumah fisik itu kita jadikan rumah yang sebenarnya rumah, baiti jannati. 

Jika setiap keluarga sudah punya rumah milik sendiri, barangkali tu menambah ketenangan dan rasa kenyamanan serta percaya diri keluarga, terutama kepala keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun