Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Bumi Manusia" dalam Patriotisme Minke dan Nyai Ontosoroh Besutan Hanung Bramantyo

25 Agustus 2019   09:39 Diperbarui: 25 Agustus 2019   15:19 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: falcon pictures

Entah mengapa saya ingin menonton film ini. Saya kira lebih karena ingin melihat bagaimana karya besar Pramoedya Ananta Toer yang adalah anak rohaninya dituangkan dalam film besutan Hanung Bramantyo. Ingin melihat bagaimana karya sastra tentang penindasan manusia ini digarap oleh sutradara pop dan ngetop bertangan dingin macam Hanung.  

Pukul 10 pagi lebih sekian menit kemarin tanggal 24 Agustus 2019, saya memantau ketersediaan penayangan film tersebut di beberapa bioskop di Palembang melalui HP saya. 

Pilihan di CGV Cinema Palembang Trade Center (PTC) Mall bukan tanpa alasan, karena paling dekat dengan rumah.  Pada jam itu, peminatnya di studio Audi-4 CGV Cinemas terpantau belum sampai 10 orang.

Tanpa pikir panjang segera saya dan suami bersiap kesana. He, ketika masuk studio bioskop tersebut, amboi rupanya penonontonnya cukup banyak. Bahkan sampai film sudah tayang masih ada satu dua penonton baru masuk. 

Walhasil, untuk ukuran studio bioskop di Palembang pada film yang hari tayang sudah lebih seminggu dan studio dipenuhi lebih dari separuh penonton, buat saya ini sudah hebat.

Sumber Foto: Dok.Pribadi
Sumber Foto: Dok.Pribadi
Sumber Foto: Dok.Pribadi
Sumber Foto: Dok.Pribadi
Sejak awal film dibuka hingga akhir, aroma patriotisme dan penolakan pada penindasan begitu kuat diungkapkan dalam film ini. Kisah cinta Minke dan Annelies Mellema meski mendominasi, kelihatannya hanya cara merangkai kisah patriotisme dan penindasan itu. 

Saya terkesima pada patriotisme siswa HBS yang masih berusia 19 tahun itu, Minke aka RM.Tirto Adhi. Ya film ini memang dibuat dengan sudut pandang Minke. Saya terkesima pada keteguhan dan sikap tegas memberontak pada ketidak adilan yang dimunculkan tokoh "Nyai Otosoroh" aka Sanikem  yang adalah gundik Herman Mellema sang tuan tanah Belanda, ibu Annelies.      

Film ini berhasil menampilkan bagaimana sulitnya manusia berlaku "Adil lah sejak dalam pikiran" sebagaimana pesan moral Pram, pada masa pascakolonialime Belanda yang menjadi setting novel tersebut. Penindasan Belanda-Pribumi tampil kuat sepanjang film. 

Bagaimana hukum Kumpeni (Belanda) sangat tidak adil terhadap pribumi. Pribumi menjadi warga kelas 3, hak azasinya sebagai manusia tidak diakui, direndahkan. Jalan harus lepas sepatu/sandal, tidak diizinkan menggunakan Bahasa Belanda meski mampu dan lain sebagainya. 

Pertentangan antar pribadi manusia sesama pribumi juga muncul kuat baik karena perbedaan kasta juga karena pandangan keagamaan. Terlihat bagaimana rakyat jelata harus menunduk dan jalan jongkok ketika dekat dengan priyayi, bagaimana seorang nyai/gundik dianggap begitu hina oleh masyarakat bahkan dimata kompeni tanpa ada solusi dan praktek per"Nyai"an begitu banyak terjadi di zaman itu. 

Sungguh, menuangkan pesan moral Pram dalam novel pertama dalam tetralogi yang dibuatnya di Pulau Buru itu bukan hal yang mudah.  Menuangkan karya Sastra menjadi film pop di zaman millenial ini adalah sebuah tantangan besar.  

Meski disana-sini ada kritikan, mulai dari tata gambar yang warnanya katanya terlalu cerah dan berwarna, diksi "sih" dan "anda" yang diprotes karena dianggap belum ada pada masa itu, saya kira bisa ditolerir. 

Mau melihat setting dan scene yang serius pake bingits, buram seperti zamannya ya mungkin kita harus melihat sekuel teaternya saja. Dan itu sudah pernah dibuat alm.WS Rendra dengan pementasan "Nyai Ontosoroh". 

Saya kira Hanung berhasil memindahkan karya sastra ini menjadi film Pop yang tetap menampilkan patriotisme dan pergolakan akan penindasan manusia dengan dengan ciamik . Kalau tidak, siapa yang mau menonton film ini ?, mungkin hanya orang dengan usia dan memori macam saya, Dues K.Arbain atau Dokter Posma dan beberapa Kompasianer senior yang suka, hehe. 

Banyak adegan yang saya suka. Saya suka pada adegan Minke bersimpuh kepada ibunya dan mengatakan bahwa ia menolak menjadi manusia upahan. Minke yang berkata pada ibunya ingin menegakkan berbuat adil dalam pikiran dan menjadikan Bumi ini menjadi Bumi bagi semua manusia. 

Saya suka ketika Nyai Ontosoroh berkata kepada Minke bahwa kita akan menjadi pribumi pertama yang melawan Belanda. Saya juga juga pada adegan babak akhir ketika  Minke berteriak setengah menangis pada Mama Mertuanya, "Kita telah kalah, ma" dan dijawab oleh Nyai Ontosoroh bahwa kita telah melawan dengan sebaik-baiknya dan terhormat.    

Begitulah. Film berdurasi 181 menit produksi Falcon Picture besutan Hanung Bramantyo ini keren buat saya.  Sutradara hebat. Penulis script Salman Aristo juga lumayan. 

Para pemain, apalagi. Mulai dari Iqbal Ramadhan, Mawar Eva De Jong pemeran Annelies, Sha Ine Febrianti yang keren sekali sebagai Nyai Ontosoroh (meski sebelumnya saya berharap Happy Salmah atau Ria Irawan, seandainya Ria sehat, yang memerankan Nyai Ontosoroh). Khusus Iqbal dia hebat, untungnya saya bukan penonton Dilan.

Overall, jika ada range nilai antara 0-10, saya kasih nilai 8 mendekati 9. Hal yang pasti, saya dan suami suka film ini. Untuk pertama kalinya inilah film bioskop yang berhasil  menyatukan selera kami berdua. 

Biasalah, saya penyuka film drama, suami film action. Jika masih tayang di kotamu dan kamu belum nonton gaes, segera tonton sebelum kalian menyesal. 

Salam Kompal Selalu. Salam dari Minke dan Nyai Ontosoroh.

Sumber Foto: Dok.Kompal
Sumber Foto: Dok.Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun