Mohon tunggu...
Elly Suryani
Elly Suryani Mohon Tunggu... Human Resources - Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Membaca, menulis hasil merenung sambil ngopi itu makjleb, apalagi sambil menikmati sunrise dan sunset

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Betulkah Perempuan Itu (Memang) untuk "Diperah"?

12 Juni 2019   08:47 Diperbarui: 12 Juni 2019   08:56 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan suami bisa melaksanakan pekerjaan domestik di rumah seperti memasak, beres-beres rumah meski itu bukan kewajibannya sebagai suami dalam agama (Islam, misalnya). Menjadi eksploitasi ketika istri juga dituntut memasak, beres-beres rumah, mencuci dan lain sebagainya, sementara suaminya ongkang-ongkang saja.

Eksploitasi Perempuan dalam hal ini istri dalam rumah tangga oleh suami mereka sendiri sering terjadi tanpa disadari. Menurut Nursyahbani Katjasungkana, SH (Advokat dan aktivis perempuan), seorang istri yang membantu mencari nafkah bisa dikategorikan eksploitasi jika terkena hal-hal berikut ini

  1. Terpaksa. Jika perempuan dipaksa bekerja untuk mencari nafkah atau membantu mencari nafkah maka sudah bisa digolongkan eksploitasi.
  2. Pekerjaan yang dilakukan tidak disukai. Jika pekerjaan yang dilakukan perempuan/istri tidak disukai maka inipun bisa digolongkan eksploitasi. sebab ada unsur terpaksa juga didalamnya.
  3. Tidak memiliki otoritas atas penghasilannya. Jika atas pekerjaan yang dilakukannya perempuan/istri tidak memiliki otoritas atas penghasilannya,misal penghasilan atau gaji dikuasai suami maka inipun bisa digolongkan eksploitasi. 

Sampai disana saya tercenung cukup lama. He, saya sudah lama melihat gejala ini. Faktanya, kasus di atas banyak terjadi. Pertanyaannya, Apakah perempuan itu memang untuk diperah? tentu saja tidak. Tapi "tidak" disini ya tidak sekadar bilang tidak tapi praktiknya "iya".  Kita seharusnya menolak keras segala praktik ekspolitasi terhadap perempuan. Perempuan itu patner hidupmu, jadikan dia mitra yang sejajar. Pendamping hidup untuk dicintai dan disayangi, bukan untuk diperah.

Kembali ke kasus perempuan dokter di atas tadi, menurut saya perempuan sendiri ya harus menghargai dirinya. Ketika hubungan anda kandas, yakinlah itu bukan karena anda kurang mengalah atau kurang menurut atau terlalu egois tapi karena anda kebetulan bertemu "kucing bulukan" yang mau enak sendiri. Dialah yang egois, bukan anda. Anda harus menyayangi dan menghargai diri anda. 

Jangan baperan banget sama dogma menjebak yang mengatakan bahwa laki-laki tidak suka perempuan pintar, sukanya perempuan lembut dan penurut, haha. Jadilah diri sendiri.  Lembut itu harus kalau memang karakter kita lembut, tapi tidak dibuat-buat. Hal terpenting, jangan sampai kelembutan anda dieksploitasi.

Ketika ada yang bilang bahwa laki-laki butuh perempuan mandiri, lembut  tapi penurut dan manut dan bukan perempuan pintar?  Jawab saja, silahkan dicari asal jangan saya. 

Kecuali anda sudah kepincut banget dengan laki-laki itu dan siap dia eksploitasi. Tapi yakinlah masih banyak kok laki-laki yang sehat di dunia ini. Laki-laki yang betul-betul mencari pendamping hidup untuk saling menjaga, saling menghargai dan dicintai. 

Laki-laki yang tidak merasa salah kaprah dengan superioritasnya dan tidak underestimate tepatnya merasa terancam dengan perempuan yang agak pintar. 

Sebab perempuan, perempuan manasaja, (apalagi  yang akan dijadikan  istri) dalam agama manapun diharuskan untuk dipergauli dan diperlakukan dengan baik. Pun dalam Agama Islam.


“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (QS: An-Nisa`: 19)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun