Mohon tunggu...
Elivia Niadianti
Elivia Niadianti Mohon Tunggu... Human Resources - Life is learning

HR enthusiast,Bachelor degree of psychology,MM Unisma 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemasaran Digital Gaya Hidup Travelling di Kala Pandemi Covid-19

28 Januari 2021   22:30 Diperbarui: 28 Januari 2021   22:34 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hal ini juga menjadi hal baru pada masyarakat karena kebiasaan travelling yang biasanya dilakukan secara langsung, di kala pandemic ini pun berubah menjadi virtual. Salah satu contohnya yaitu tur virtual jelajah nusantara bersama atourin, dengan ketentuan tur selama 1,5 jam dan dengan membayar sebesar Rp. 50.000 seseorang dapat  melintasi kepulauan Indonesia tanpa meninggalkan rumah. 

Kemudian , virtual jalan kaki di kalemedgan fortress bersama TourHQ, dengan tourguide berbahasa inggris dan biaya Rp. 204.800 seseorang dapat merasakan sensasi berjalan-jalan di Serbia dengan tetap aman tanpa meninggalkan rumah (sumber : traveloka.com) . Masih banyak contoh-contoh lain virtual travelling yang ditawarkan diberbagai platform social media dengan paket-paket destinasi tertentu dan dengan durasi tertentu pula.

Dalam sisi marketing pun hal ini merupakan hal baru. Awalnya cukup sulit untuk industry travel menerapkan hal seperti ini karena tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi seperti pengambilan gambar dan video yang harus menarik, sehingga para wisatawana online dapat merasakan travelling yang sesungguhnya, selain itu tour guide harus dapat mengikuti alur virtual travelling dengan baik dan dapat menjelaskan objek-objek wisata dengan komunikatif. Hambatan lain yaitu koneksi internet yang mungkin saja tiba-tiba menjadi lambat saat travelling berlangsung, hal ini akan membuat kepuasan pelanggan menjadi berkurang.

Industry-industri jasa travel yang mau dan mampu bergerak menerima perubahan masih dapat bertahan dikala pandemic seperti ini. Namun, tak sedikit juga industry jasa travel yang harus gulung tikar karena ketidakmampuan menghadapi tuntunan pasar yang menuntut adanya inovasi-inovasi terbaru sehingga industry jasa travel masih bisa berjalan tanpa mengalami kerugian.

Masalah pemasaran lainnya yaitu tidak semua konsumen tertarik dengan adanya virtual travelling ini, karena beberapa kelompok travelling lebih suka berjalan-jalan secara langsung, sehingga situasi berwisata yang didapatkan lebih terasa seperti kelompok wisatawan pendaki gunung, atau penyelam. Bagi kelompok-kelompok tersebut virtual travelling kurang menarik karena hanya menyajikan wisata secara virual saja, dan tidak secara langsung dapat melakukan aktivtas yang biasanya menjadi tujuan utama berwisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun